# Rahasia Kekebalan Tubuh yang Kuat: Mengapa Hewan Peliharaan Bisa Jadi Tameng Kesehatan Kita
Siapa sangka, kehadiran hewan di sekitar kita ternyata memiliki dampak luar biasa pada sistem kekebalan tubuh manusia. Bahkan, interaksi dengan hewan berpotensi besar mengurangi risiko alergi, eksim, dan berbagai penyakit autoimun yang semakin marak di era modern.
Sebuah studi menarik menemukan petunjuk berharga dari komunitas Amish, kelompok masyarakat yang sejak abad ke-18 bermigrasi dari Eropa Tengah ke Amerika Utara. Mereka terkenal dengan gaya hidup tradisionalnya, seperti beternak sapi perah dan menggunakan kereta kuda, yang masih dipertahankan hingga kini. Selama bertahun-tahun, kehidupan Amish telah menarik perhatian banyak kalangan, mulai dari pembuat film hingga peneliti sosial. Namun, dalam satu dekade terakhir, dunia medis pun mulai menaruh minat besar pada mereka.
Pasalnya, komunitas Amish menunjukkan tren yang sangat berbeda dari masyarakat modern. Sementara sejak tahun 1960-an dunia menghadapi peningkatan drastis penyakit kekebalan tubuh seperti asma, eksim, dan alergi pada anak-anak, fenomena ini justru sangat jarang ditemukan di kalangan anak-anak Amish. Fakta ini memberikan petunjuk penting tentang cara kerja sistem kekebalan tubuh, dan bagaimana paparan terhadap hewan dapat memengaruhinya secara fundamental.
### Misteri Kekebalan Anak-Anak Amish Terkuak
Untuk memahami mengapa anak-anak Amish lebih jarang terserang penyakit kekebalan, pada tahun 2012, sekelompok ilmuwan melakukan penelitian mendalam. Mereka membandingkan komunitas Amish di Indiana dengan komunitas petani lain bernama Hutterite di South Dakota. Kedua komunitas ini memiliki banyak kesamaan: sama-sama keturunan Eropa, tinggal di pedesaan, mengonsumsi makanan segar, dan minim terpapar polusi. Namun, perbedaannya mencolok: anak-anak Hutterite empat hingga enam kali lebih sering mengalami asma dan alergi dibandingkan anak-anak Amish.
Kunci perbedaannya terletak pada metode peternakan mereka. Hutterite mengadopsi teknologi pertanian modern, sementara Amish masih berpegang pada cara tradisional. Ini berarti anak-anak Amish sejak dini telah berinteraksi langsung dengan hewan ternak dan segala mikroba yang menyertainya. Profesor Fergus Shanahan dari University College Cork bahkan menggambarkan, dari foto udara, terlihat jelas bahwa anak-anak Amish tinggal di tengah peternakan bersama hewan, sedangkan anak-anak Hutterite tinggal di perkampungan yang terpisah dari lahan pertanian dan ternak.
Penelitian skala besar pada 2016 semakin memperkuat temuan ini. Anak-anak Amish ditemukan memiliki sistem kekebalan tubuh yang jauh lebih “teratur” berkat sel khusus bernama *regulatory T cells*, yang berperan mencegah reaksi alergi berlebihan. Saat peneliti menganalisis sampel debu dari rumah anak-anak di kedua komunitas, terbukti bahwa rumah anak-anak Amish memiliki paparan mikroba yang jauh lebih tinggi, kemungkinan besar berasal dari hewan-hewan yang hidup berdampingan dengan mereka.
Fenomena serupa juga ditemukan di berbagai belahan dunia. Sekelompok ahli imunologi melaporkan bahwa anak-anak yang tumbuh di peternakan Alpen, di mana sapi kerap tidur berdekatan dengan pemiliknya, terlindungi dari asma, demam serbuk sari, dan eksim. Studi lain bahkan menunjukkan bahwa risiko alergi pada anak usia tujuh hingga sembilan tahun menurun secara proporsional dengan jumlah hewan peliharaan di rumah mereka pada tahun-tahun awal kehidupan—sebuah fenomena yang dijuluki “efek peternakan mini.”
Profesor Jack Gilbert dari University of California San Diego, salah satu pendiri American Gut Project, menjelaskan bahwa bukan berarti semua yang tinggal di peternakan bebas alergi. Namun, ia menegaskan, “Jika Anda tumbuh berinteraksi fisik dengan hewan ternak, kemungkinan Anda terkena asma atau alergi berkurang sekitar 50%.” Lebih mengejutkan lagi, Profesor Gilbert menambahkan, “Bahkan, jika Anda tumbuh besar bersama anjing peliharaan di rumah, Anda memiliki pengurangan risiko sebesar 13-14%.”
Sebuah studi inovatif tahun 2025 bahkan menunjukkan bahwa anak-anak dengan risiko genetik eksim dapat terlindungi jika mereka tinggal bersama anjing sejak usia dini. Dalam analisis terhadap hampir 280.000 orang, peneliti menemukan bahwa bagi mereka yang memiliki varian genetik risiko eksim tertentu, penyakit itu tidak akan berkembang jika mereka tinggal dengan anjing keluarga dalam dua tahun pertama kehidupan. Uji laboratorium mengonfirmasi bahwa molekul dari tubuh anjing ternyata dapat membantu meredakan peradangan pada kulit. Namun, para peneliti memperingatkan bahwa memelihara anjing mungkin tidak mengobati eksim yang sudah ada; pada beberapa orang, kondisi justru bisa memburuk.
### Hewan Peliharaan: Lebih dari Sekadar Probiotik?
Sejak penelitian tentang komunitas Amish dipublikasikan, potensi efek perlindungan dari interaksi dini dengan hewan menjadi topik yang sangat menarik. Bahkan, *New York Times* menerbitkan artikel tentang potensi hewan peliharaan sebagai “probiotik” baru.
Bagaimana mekanisme kerjanya? Mengingat kecenderungan manusia untuk menyentuh dan membelai hewan peliharaan, tidak mengherankan jika mikroba dari bulu dan telapak kaki mereka terbukti menempel di kulit kita, setidaknya untuk sementara. Hal ini memunculkan dugaan bahwa “mikrobioma” manusia—kumpulan koloni mikroba yang hidup di kulit, mulut, dan terutama usus—dapat dihuni oleh mikroba dari hewan peliharaan kita.
Nasia Safdar, seorang profesor penyakit menular di Universitas Wisconsin, AS, mengungkapkan bahwa konsep ini menarik minat industri makanan hewan peliharaan. Ide untuk mengembangkan produk yang dipasarkan sebagai pendorong pertumbuhan bakteri menguntungkan pada kucing dan anjing, yang kemudian dapat ditularkan kepada pemiliknya, menjadi daya tarik komersial. Safdar sendiri mempertimbangkan untuk melakukan penelitian yang melibatkan pengumpulan sampel feses dari hewan peliharaan dan pemiliknya secara berkala, untuk melihat apakah mikroba usus mereka menjadi lebih mirip seiring waktu dan apakah ada spesies bakteri serupa yang memberikan manfaat kesehatan.
Namun, tidak semua peneliti sepakat dengan gagasan bahwa bakteri hewan akan secara permanen mendiami mikrobioma manusia. “Tidak ada bukti apapun tentang itu,” kata Profesor Gilbert. “Kami tidak benar-benar menemukan akumulasi bakteri anjing dalam jangka panjang pada kulit, mulut, atau usus manusia. Bakteri tersebut tidak benar-benar bertahan.”
Meskipun demikian, Safdar tetap merasa penelitian ini sangat bermanfaat. Menurutnya, gagasan perpindahan mikroba usus antara hewan peliharaan dan pemiliknya sangat masuk akal dan layak diteliti lebih lanjut.
Profesor Gilbert meyakini bahwa hewan peliharaan memainkan peran yang berbeda, namun sama pentingnya. Teorinya adalah, karena nenek moyang kita telah menjinakkan berbagai spesies hewan selama ribuan tahun, sistem kekebalan tubuh kita telah berevolusi untuk terstimulasi oleh mikroba yang mereka bawa. Mikroba ini mungkin tidak menetap secara permanen, tetapi sel-sel kekebalan kita mengenali sinyal yang sudah dikenal saat mikroba tersebut lewat, memicu perkembangan kekebalan tubuh yang bermanfaat. “Sistem kekebalan tubuh tahu apa yang harus dilakukan,” jelas Gilbert.
Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa manusia yang tinggal serumah dengan hewan peliharaan akan memiliki mikrobioma usus yang lebih mirip satu sama lain. Gilbert menduga, hewan tersebut kemungkinan berperan sebagai perantara untuk membantu memindahkan mikroba manusia di antara pemiliknya. Pada saat yang sama, paparan rutin terhadap mikroba hewan peliharaan itu sendiri juga akan merangsang sistem kekebalan tubuh mereka untuk tetap lebih aktif, mengelola populasi bakteri dalam mikrobioma usus dan kulit mereka sendiri dengan lebih baik, sehingga mencegah masuknya patogen dan merangsang pertumbuhan bakteri yang berguna.
### Mikroba Kuno dan Solusi Modern
Berita ini tentu saja menggembirakan bagi para pecinta hewan. Hidup bersama hewan peliharaan seumur hidup tampaknya secara signifikan memperkuat sistem kekebalan tubuh manusia.
Terinspirasi oleh studi Amish dan Hutterite, Profesor Shanahan meneliti komunitas Pengembara Irlandia (*Irish Travellers*), yang juga hidup berdampingan erat dengan banyak hewan seperti anjing, kucing, musang, dan kuda. Hasilnya mengejutkan: mikrobioma mereka (kumpulan mikroba di tubuh) sangat mirip dengan komunitas asli di Fiji, Peru, atau Tanzania, yang masih menjalani gaya hidup seperti manusia zaman dahulu. Bahkan, mikrobioma mereka mirip dengan sampel kotoran manusia purba yang ditemukan di gua-gua.
Shanahan percaya ini bisa menjelaskan mengapa Pengembara Irlandia, meskipun secara umum memiliki kondisi kesehatan yang buruk akibat kemiskinan dan marginalisasi, sangat jarang menderita penyakit autoimun seperti radang usus, *multiple sclerosis*, atau lupus, yang umum di masyarakat modern.
Kini, para ilmuwan tengah aktif mencari cara untuk mengembalikan interaksi bermanfaat antara manusia dan hewan demi kesehatan yang lebih baik. Peneliti dari Universitas Arizona sedang menguji apakah memelihara anjing dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental orang lanjut usia. Di Italia, sebuah peternakan edukatif memungkinkan anak-anak yang tidak memiliki hewan peliharaan di rumah untuk bermain dengan kuda, dan hasilnya, mikrobioma mereka mulai menghasilkan zat-zat yang menyehatkan.
Profesor Gilbert menegaskan bahwa paparan terhadap lebih banyak jenis bakteri dapat melatih sistem kekebalan menjadi lebih tangguh. Namun, ia menekankan bahwa manusia tidak perlu “dijajah” mikroba dari hewan; paparan singkat saja sudah cukup untuk memicu respons positif dari sistem kekebalan.
Terakhir, memiliki hewan peliharaan juga secara tidak langsung mendorong kita untuk lebih sering keluar rumah dan berinteraksi dengan lingkungan alam. “Kalau punya anjing, kita jadi sering jalan-jalan ke taman, dan itu juga membuat kita terpapar mikroba dari tanah dan udara. Semuanya bermanfaat,” kata Profesor Liam O’Mahoney dari APC Microbiome Irlandia.
Jelaslah bahwa hubungan kita dengan hewan lebih dari sekadar ikatan emosional. Mereka adalah mitra tak terduga dalam menjaga kekuatan sistem kekebalan tubuh kita, menawarkan jalan kembali ke koneksi alami yang mungkin telah hilang di tengah modernisasi.
Baca juga:
* Apakah kucing dan anjing rabies harus dibunuh?
* Penghargaan Foto Komedi Satwa Liar: Dari monyet ‘berpura-pura bodoh’, kura-kura ‘tersenyum’, hingga kanguru ‘bermain gitar’
* ‘Nekonomi’: Kecintaan pada kucing menggerakkan roda perekonomian Jepang hingga triliunan yen