Ketenangan mulai menyelimuti pasar keuangan global setelah periode ketidakpastian yang membayangi. Namun, sejumlah faktor eksternal tetap menjadi sorotan utama yang memerlukan kewaspadaan, terutama menjelang kuartal III tahun 2025.
Kepala Ekonom BCA, David Sumual, mencatat bahwa kondisi pasar saat ini terasa lebih tenang dibandingkan dua minggu sebelumnya. Kendati demikian, ia mengingatkan adanya risiko dari faktor-faktor eksternal yang patut diwaspadai, khususnya saat memasuki periode kuartal ketiga tahun mendatang.
David menjelaskan bahwa kebijakan tarif yang diberlakukan Amerika Serikat terhadap China dan negara-negara berkembang berpotensi menjadi katalis negatif. Ia memperkirakan pengumuman tarif terhadap negara berkembang dapat terjadi paling cepat pada 8 Juli 2025. Sementara itu, untuk China, negosiasi masih berlangsung, dan pengenaan tarif sebesar 55% belum bersifat final, serta masih dapat berubah pada awal Agustus mendatang, demikian disampaikan David kepada Kontan.co.id pada Rabu (25/6).
Selain isu tarif, tensi geopolitik di Timur Tengah juga belum sepenuhnya mereda. Situasi gencatan senjata masih belum dipastikan sepenuhnya dihormati oleh kedua belah pihak, menambah lapisan ketidakpastian dalam dinamika pasar global.
Dari ranah domestik, tekanan akibat arus keluar dana asing masih terasa, terutama dari pasar saham dan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Menurut David, investor global saat ini cenderung mencari aset aman atau memilih untuk menahan uang tunai sebagai langkah antisipasi.
Meski diwarnai tantangan, prospek untuk semester kedua tahun ini, khususnya kuartal IV, dinilai lebih positif. Valuasi saham di beberapa sektor sudah mulai menunjukkan daya tarik, dan peningkatan belanja pemerintah di kuartal IV diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
David Sumual memperkirakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki potensi kenaikan sekitar 10% dari posisi saat ini di level 6.800. Ini berarti indeks dapat menembus kisaran 7.200 hingga 7.300 pada akhir tahun, meskipun kuartal III diprediksi masih akan diwarnai ketidakpastian. Oleh karena itu, kuartal III bisa menjadi momentum ideal untuk melakukan “cherry picking” atau memilih saham-saham dengan fundamental yang kuat dan valuasi yang menarik.
Di pasar obligasi, David melihat instrumen tenor jangka pendek hingga menengah sebagai pilihan investasi yang menarik, terutama di tengah ketidakpastian arah suku bunga acuan Amerika Serikat. Meskipun yield obligasi 10 tahun relatif stabil, investor masih menunggu kepastian terkait kebijakan suku bunga The Fed.
Dalam kondisi pasar yang dinamis ini, David menyarankan strategi portofolio yang disesuaikan dengan profil risiko masing-masing investor. Bagi investor dengan profil agresif, saham dan reksadana saham dapat menjadi pilihan utama. Sektor-sektor yang menjanjikan antara lain komoditas, perbankan, konsumer, dan kesehatan. Sementara itu, investor konservatif disarankan untuk mempertimbangkan obligasi atau reksadana pendapatan tetap.
Reksadana, tambah David, tetap menjadi alternatif investasi yang menarik karena menawarkan fleksibilitas dalam pengelolaan portofolio. Instrumen ini memudahkan investor untuk berpindah antar kelas aset, mengingat pengelolaannya dilakukan oleh para profesional.
Dengan pasar yang berangsur stabil dan valuasi yang semakin menarik, David optimistis terhadap potensi pemulihan yang signifikan di semester kedua. Namun, ia menekankan pentingnya untuk terus memantau perkembangan global, khususnya kebijakan tarif Amerika Serikat, tensi geopolitik, dan arah suku bunga global, sebagai faktor kunci yang memengaruhi dinamika pasar.