Pengalaman Mendaki Gunung Panderman, Mendaki Gunung itu Bukan Seperti ke Dufan

Avatar photo

- Penulis Berita

Selasa, 1 Juli 2025 - 05:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kasus tewasnya wisatawan warga  negara Brazil, Juliana Marins yang mengalami kecelakaan saat melakukan pendakian di Gunung Rinjani cukup viral di berbagai platform medsos.

Dari berbagai macam tanggapan dan komentar yang banyak beredar, terkesan para netizen sepertinya menganggap bahwa kegiatan mendaki gunung itu seperti kegiatan healing biasa saja.

Perlu dipahami, mendaki gunung itu bukan seperti main ke dufan loh! Mendaki gunung memang bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan bagi sebagian orang yang melabelkan diri sebagai pecinta alam.

Meski demikian, para pencinta alam tersebut, apalagi yang hanya sekedar ikut-ikutan mencintai alam dan atau masih taraf belajar menjadi pencinta alam, bukan berarti bisa dengan entengnya berangkat untuk menaklukkan gunung.  

Bahkan seorang expert pun tetap harus punya persiapan yang matang untuk mendaki gunung, apalagi untuk gunung yang baru pertama kali akan didaki dan memiliki tingkat kesulitan tinggi.

Gunung bukan dunia fantasi, yang safety-nya terukur dan terencana dengan baik. Setiap gunung punya karakteristik tersendiri, dan punya tingkat kesulitan yang berbeda-beda.

Gunung Rinjani sendiri termasuk gunung yang cukup tinggi tingkat kesulitannya. Untuk pemula, mendaki gunung Rinjani perlu persiapan yang cukup matang dan pendampingan dari profesional yang mengenal baik setiap detail gunung Rinjani.

Mendaki Rinjani tentunya harus siap dengan berbagai rute jalan yang terjal dan berbahaya. Belum lagi dengan track yang secara langsung berbatasan dengan jurang-jurang yang cukup tinggi, sehingga hal ini memiliki risiko yang tidak mudah untuk dilewati.

Perubahan cuaca yang cepat dan ekstrem, menjadi sesuatu yang sering terjadi, mulai dari kabut, udara dingin, bahkan hujan deras, angin kencang, dan badai petir, menjadi tantangan yang membahayakan para pendaki.

Begitu juga kalau terjadi insiden buruk seperti yang dialami oleh Juliana Marins, tentu proses rescue pastilah tidak semudah yang bisa kita bayangkan. Insiden kecelakaan itu sebahagian besar pasti terjadi di medan ekstrem, tentu proses rescue tidak bisa dilakukan sembarangan mengingat tingkat kesulitannya tentu juga sangat besar.

Kecelakaan di gunung itu bukan saja akan membuat tim penyelamat berkelahi dengan waktu yang menjadi malaikat maut, tetapi juga berkelahi dengan diri mereka sendiri yang harus dalam kondisi fisik dan mental yang prima serta perhitungan yang presisi terhadap situasi dan kondisi lingkungan.

Cerita indah tentang gunung memang begitu menginspirasi dan menantang untuk dicoba, gunung apapun pasti menyimpan dan punya cerita indahnya masing-masing.

Tetapi dibalik cerita indahnya, tersimpan bahaya yang mematikan ada resiko mengancam keselamatan yang harus dihadapi. Bahaya paling nyata dan seringkali mematikan adalah risiko terjatuh, seperti yang dialami mendiang Juliana Marins.

Permukaan batuan kasar dan curam serta kedalaman jurang dapat membuat pendaki rentan terhadap luka fraktur atau patah tulang yang parah bahkan kematian. Belum lagi kondisi medan yang berat, membuat proses penyelamatan dan evakuasi tidak bisa dilakukan dengan terburu-buru.

Yang jelas, sebelum terlibat dalam pendakian gunung, bahkan gunung yang tergolong paling mudah sekalipun, pendaki harus punya pemahaman penuh akan resiko dan bahaya yang mungkin dihadapi.

Langkah-langkah persiapan harus diperhatikan dengan cermat, mulai dari fisik, mental, perlengkapan dan peralatan keselamatan, ransum hingga kondisi cuaca dan aktifitas vulkanik di gunung yang dituju kalau ada.

Dulu waktu jaman kuliah di pertengahan 1980-an saya juga punya pandangan bahwa naik gunung itu adalah kegiatan refreshing biasa saja, sama seperti kegiatan -kegiatan di alam lainnya yang nyaman -nyaman saja tanpa ada sesuatu yang harus dikhawatirkan.

Suatu waktu, kami kumpul-kumpul dan sepakat untuk mendaki gunung Semeru atau gunung Lawu. Namun sebelum itu, sebagai perkenalan bagi kami yang masih betul-betul pemula, rekan yang sudah berpengalaman mengajak untuk menjajal gunung Panderman terlebih dahulu.

Begitulah akhirnya kami berdelapan waktu itu sepakat untuk mendaki gunung Panderman yang terletak di kota Batu Malang. Gunung Panderman boleh dikata adalah gunung yang paling mudah didaki walau oleh seorang pemula sekalipun, dengan ketinggian yang hanya sekitar 2045 m dpl dengan jalur yang sebagian besar cukup landai.

Pendakian pun kami lakukan, karena menganggap pendakian ke Panderman hanya pendakian biasa saja, kami merasa tidak perlu ada persiapan fisik, begitupun juga dengan persiapan mental. Perlengkapan pun seperlunya saja, bawaan yang cukup banyak cuman bahan makanan dan minuman karena merasa naik gunung ini seperti piknik saja.

Sore kami berangkat dari kota Malang, setelah tiba kami istirahat sejenak dan menitipkan kendaraan, kami pun mulai beranjak menuju ke puncak, awalnya memang terasa mudah karena melalui jalur jalan makadam.

Setelah berjalan hampir sekitar sejam jalan mulai menanjak dan melalui semak-semak. Perkiraan sampai ke puncak kira-kira tiga sampai empat jam pendakian. Berjalan di kegelapan dengan hanya bermodalkan senter dengan suara angin yang menderu seperti suara truck besar yang lewat mulai menyurutkan perasaan.

Awalnya kami berjalan masih dipenuhi dengan guyonan dan sambil tertawa-tawa, semakin lama jalan semakin sempit dan sulit, di samping jurang sudah menganga beruntung banyak semak-semak yang bisa kami pakai untuk berpegang.

Nyali mulai ciut, otot dan otak mulai tegang walau masih tetap berusaha santai. Jalan semakin terjal dan mulai menyulitkan beban bawaan terasa semakin berat, tidak ada lagi guyon.

Beberapa orang diantara kami termasuk saya sudah mulai ngos-ngosan, mulai rajin bertanya kapan sampainya, yang terus dijawab oleh rekan yang memimpin rombongan sebentar lagi tinggal seratus meter.

Berulang kali dijawab tinggal seratus meter tapi kok nggak sampai-sampai, saya bersama dua orang teman memilih singgah untuk istirahat karena sudah merasa capek dan ngantuk. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, berarti sudah sekitar tiga jam kami mendaki, karena tadi kami start pada pukul delapan.

Di balik sebuah batu yang cukup besar dan cukup aman saya dan teman akhirnya memilih istirahat dan tidur disitu. Terbangun pas sudah subuh, Masya Allah pemandangannya sungguh luar biasa, keindahannya diiringi dengan perasaan takjub akan kebesaran sang maha pencipta dan merasa bagaimana diri ini begitu kecil di hadapan-Nya.

Cepat kami menyusul teman yang sudah berada di puncak yang ternyata sudah dekat sekali. Setelah cukup menikmati keindahan puncak Panderman kami pun memutuskan untuk turun. 

Satu yang bisa saya katakan tentang perasaan di puncak gunung ini adalah merasakan kebesaran dan keagungan Tuhan yang Maha Pencipta dan Kuasa.

Lelah yang dirasakan saat mendaki sepertinya hilang ketika sampai di puncak dan menikmati suguhan alam, mulai kombinasi antara hijaunya pepohonan yang ditimpa kilau mentari pagi bersama gradasi kabut serta kecilnya benda-benda yang ada di kejauhan serta suara angin yang menderu, sungguh itulah momen yang tak bisa dibeli.

Puas di puncak, saya pikir perjuangan sudah selesai, kini saatnya tinggal pulang dengan santai. Tapi ternyata penderitaan saat pendakian itu tidak ada apa-apanya, karena perjuangan turun jauh lebih berat ternyata.

Medan yang terjal menurun membuat kita seperti meluncur ke bawah dan menahan agar tidak terguling jatuh itu bikin kewalahan akhirnya kami memilih jalan ngesot di sepanjang jalur penurunan yang tajam.

Alhamdulillah kami tiba di kaki gunung dengan selamat tak kurang satu apapun, malah bertambah pengalaman yang penuh hikmah dari sebuah gunung yang dianggap biasa saja oleh para pendaki.

Tiba di rumah, ternyata episode masih berlanjut yakni rasa sakit di sekujur tubuh terutama di paha dan betis yang menyebabkan sakit yang luar biasa kalau ingin jongkok, terutama saat mau buang air besar. Sakitnya ini bertahan hingga satu minggu.

Semua rasa lelah, capek, tegang dan rasa sakit yang kami rasakan itu semua karena menganggap enteng perjalanan naik gunung itu. Ini baru sekelas gunung Panderman yang boleh dikata level kesulitannya tidak ada apa-apanya di banding gunung-gunung ekstrim seperti Semeru atau Rinjani.

Sekali lagi naik gunung itu bukan hiburan seperti ke dunia fantasi yang penuh dengan wahana-wahana buatan yang dirancang khusus untuk memang menjadi hiburan. Gunung diciptakan bukan untuk hiburan, apa yang akan terjadi bisa tidak terprediksi sebelumnya.

Meski sensasi kenikmatan naik gunung itu begitu dalam, tetapi perjuangannya sepadan bahkan mungkin lebih besar dari kenikmatan yang kita rasakan. Jujur saja dengan kondisi saya saat masih muda dulu, dan apalagi dengan kondisi saya seperti sekarang ini, untuk mendaki gunung yang ekstrim seperti Semeru, Rinjani bahkan Bawakaraeng saya angkat tangan.

Apa yang  terjadi pada mendiang Juliana Marins tentu harus menjadi pengingat dan pelajaran bagi siapapun tentang betapa bahaya aktivitas pendakian gunung itu, serta bagaimana sulitnya persiapan dan respons cepat dalam situasi darurat ketika terjadi musibah yang sama tidak kita inginkan.

Berita Terkait

7 Tempat Wisata Gratis di Jogja untuk Liburan Hemat
7 Gunung di Indonesia yang Banyak Didatangi Pendaki Asing
Kategori Wisata Ekstrem: Apa Saja?
Kisah Kakek 71 Tahun Masih Aktif Mendaki Gunung Tertinggi di Bali
Bukit Premium, Indahnya Sabana yang Lagi Viral di Pasuruan Jawa Timur
7 Tips Memilih Hotel yang Tepat untuk Liburan
Libur Sekolah di Bali? Ini Dia Tempat Wisata Hits & Populer!
Karimunjawa: 7 Surga Tersembunyi untuk Liburan Sekolah Tak Terlupakan!

Berita Terkait

Selasa, 1 Juli 2025 - 09:51 WIB

7 Tempat Wisata Gratis di Jogja untuk Liburan Hemat

Selasa, 1 Juli 2025 - 09:16 WIB

7 Gunung di Indonesia yang Banyak Didatangi Pendaki Asing

Selasa, 1 Juli 2025 - 09:02 WIB

Kategori Wisata Ekstrem: Apa Saja?

Selasa, 1 Juli 2025 - 07:59 WIB

Kisah Kakek 71 Tahun Masih Aktif Mendaki Gunung Tertinggi di Bali

Selasa, 1 Juli 2025 - 06:21 WIB

Bukit Premium, Indahnya Sabana yang Lagi Viral di Pasuruan Jawa Timur

Berita Terbaru

Urban Infrastructure

Juanda Padat: Warga Serbu Monas, Saksikan HUT Bhayangkara ke-79!

Selasa, 1 Jul 2025 - 15:27 WIB

Food And Drink

Resep Cumi Hitam Lezat 30 Menit: Mudah, Praktis, Anti Gagal!

Selasa, 1 Jul 2025 - 15:20 WIB

Food And Drink

Resep Ayam Kuah Tongseng Anti Gagal: Cepat, Praktis & Lezat

Selasa, 1 Jul 2025 - 14:51 WIB