Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Rp 285 Triliun: Pertamina Tegaskan Kooperatif Tanggapi Pengusutan Kejagung
JAKARTA – PT Pertamina menyatakan komitmen penuh untuk kooperatif dalam menanggapi pengusutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang yang tengah bergulir di Kejaksaan Agung. Kasus ini mencuat setelah Kejaksaan Agung mengumumkan potensi kerugian negara yang fantastis, mencapai lebih dari Rp 285 triliun, yang diduga melibatkan anak usaha Pertamina, PT Pertamina Patra Niaga.
Menyikapi perkembangan ini, Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa perusahaan menghormati sepenuhnya seluruh tahapan hukum yang sedang berjalan di Kejaksaan Agung. “Pertamina selalu menghormati proses hukum yang sedang berjalan,” ujar Fadjar melalui keterangan tertulis pada Jumat, 11 Juli.
Di tengah pusaran kasus ini, Fadjar juga memastikan bahwa komitmen pelayanan energi kepada masyarakat tidak akan terganggu. “Operasional perusahaan tetap berjalan normal seperti biasa,” tegasnya, seraya menambahkan bahwa Pertamina bertekad kuat untuk terus meningkatkan transparansi dan tata kelola yang baik sesuai prinsip *Good Corporate Governance* (GCG).
Perkembangan signifikan dalam kasus ini sebelumnya diungkap oleh Kejaksaan Agung. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Bundar Jampidsus Kejaksaan Agung pada Kamis, 10 Juli, membeberkan detail pengusutan kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina Patra Niaga untuk periode 2018-2023. Abdul Qohar secara eksplisit menyebutkan bahwa kerugian negara yang pasti dan nyata akibat kasus ini mencapai angka yang fantastis, yakni Rp 285.017.731.964.389, atau lebih dari Rp 285 triliun.
Tidak hanya itu, Kejaksaan Agung juga telah menetapkan sembilan tersangka baru terkait kasus ini. Para tersangka tersebut berasal dari internal jajaran Pertamina maupun pihak eksternal, dengan salah satu nama yang menonjol adalah Mohammad Riza Chalid, yang dikenal sebagai *Beneficial Owner* PT Orbit Terminal Merak.
Menurut Abdul Qohar, modus operandi para tersangka dalam kasus korupsi ini melanggar sedikitnya 15 peraturan perundang-undangan. Beberapa di antaranya mencakup Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Khusus mengenai status Mohammad Riza Chalid, penyidik Kejaksaan Agung menghadapi tantangan karena yang bersangkutan belum berhasil dipanggil. Diduga, ia berada di luar negeri, tepatnya di Singapura. “Berdasarkan informasi, yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri dan saat ini diperkirakan berada di Singapura,” jelas Qohar. Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa koordinasi dengan perwakilan Kejaksaan RI di Singapura telah dilakukan untuk upaya penangkapan Chalid dalam waktu dekat.
Hanin Marwah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.