MASKAPAI Japan Airlines rute Shanghai-Tokyo mendarat darurat setelah kegagalan tekanan kabin secara tiba-tiba. Pesawat terpaksa turun dari ketinggian 36 ribu kaki (10.972 meter) ke 10 ribu kaki (3.048 meter) dalam waktu 10 menit. Penerbangan JL8696/IJ004 ini awalnya lepas landas dari Bandara Pudong, Shanghai, menuju Bandara Narita, Tokyo, pada Senin, 30 Juni 2025.
Dikutip dari IBTimes, Japan’s Ministry of Land, Infrastructure, Transport and Tourism (MLIT) menyatakan penyebab awal insiden tersebut diduga akibat kegagalan sistem tekanan kabin (pressurisation failure). Situasi ini kehilangan tekanan udara secara mendadak (rapid decompression).
Permohonan Maaf
Beberapa penumpang melaporkan mendengar suara ledakan tertahan (muffled boom) di tengah penerbangan. Suara tersebut mengindikasikan kemungkinan adanya kerusakan struktural atau gangguan mekanis.
Maskapai Spring Japan anak perusahaan dari Japan Airlines yang mengoperasikan penerbangan tersebut telah menyampaikan permohonan maaf. Pihak maskapai juga membatalkan penerbangan dan layanan hari berikutnya serta memberikan kompensasi sekitar 90 dolar untuk masing-masing penumpang.
Penjelasan dari pakar penerbangan kabin pesawat dikondisikan untuk meniru tekanan udara pada ketinggian 6 ribu-8 ribu kaki, meskipun pesawat melaju di atas 30 ribu kaki (9.144). Jika terjadi kebocoran akibat segel pintu rusak atau badan pesawat (fuselage) yang retak tekanan bisa hilang mendadak.
Dalam situasi kabin tiba-tiba kehilangan tekanan udara, masker oksigen akan langsung jatuh. Pilot wajib menurunkan pesawat ke ketinggian 3.048 meter yakni tekanan udara masih cukup untuk bernapas tanpa alat bantu. Kondisi ini rentan berisiko hipoksia yakni kekurangan oksigen yang dapat merusak fungsi pernapasan. Keadaan ini menyebabkan kehilangan kesadaran dalam hitungan menit.
Peristiwa Serupa
Kasus serupa pernah terjadi sebelumnya bahkan dengan dampak fatal. Tragedi penerbangan sipil tunggal terjadi pada 1985, Japan Airlines Flight 123 mengalami kehilangan tekanan hebat akibat perubahan buruk di fuselage. Pesawat kehilangan bagian besar dari ekor dan jatuh ke pegunungan dekat Tokyo menewaskan 520 dari 524 orang di dalamnya.
Kasus lain kehilangan tekanan udara dalam kabin yakni Southwest Airlines Flight 1380 pada 2018. Seorang penumpang meninggal setelah sebagian tubuhnya tersedot keluar dari jendela pesawat yang berada di ketinggian 32 ribu kaki. “Jika terjadi di atas 30.000 kaki, risiko hipoksia meningkat drastis,” kata Jonathan Clark, ahli kedokteran Baylor College of Medicine dikutip dari CNN.
Ada pula insiden tragis seperti Helios Airways Flight 522 pada 2005, ketika pesawat tekanan udara dalam kabin gagal sejak awal penerbangan. Awak dan penumpang perlahan kehilangan kesadaran hingga pesawat menabrak gunung di Yunani menewaskan 121 orang di dalamnya.
Kasus lainnya pada 2023, pesawat jet bisnis kecil kehilangan tekanan dan terbang tanpa kendali di atas Washington, DC. Jet itu akhirnya jatuh di Virginia setelah kehabisan bahan bakar. “Statistik menunjukkan, Anda jauh lebih aman di pesawat daripada saat berkendara ke bandara,” kata Anthony Brickhouse, ahli keselamatan penerbangan Amerika Serikat.
Pakar lain berpendapat beda, Guy Gratton dari Cranfield University menyatakan bahwa dunia penerbangan tidak boleh menganggap praktik tidak aman sebagai hal biasa karena belum menyebabkan kecelakaan.
Pilihan Editor: Japan Airlines Tawarkan Layanan Kirim Koper ke Hotel, Penumpang Bisa Naik Angkutan Umum Tokyo