Ragamharian.com, Jakarta – Langkah Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) yang memblokir rekening tak aktif atau rekening *dormant* tanpa persetujuan pemilik menuai sorotan tajam. Center of Economic and Law Studies (Celios) secara terbuka mengkritik tindakan tersebut, menilai bahwa kebijakan ini melanggar hak-hak fundamental konsumen.
Ekonom Celios, Nailul Huda, menegaskan bahwa tindakan pembekuan atau penutupan rekening harus didasari persetujuan dari pemiliknya. “Tanpa persetujuan konsumen, apa yang dilakukan PPATK adalah tindakan ilegal,” ujar Huda dalam keterangan resmi yang diterima pada Jumat, 1 Agustus 2025. Menurutnya, pemblokiran semacam ini adalah penyalahgunaan wewenang yang mengabaikan proteksi terhadap nasabah.
Huda lebih lanjut menjelaskan bahwa meskipun Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengizinkan pemblokiran rekening terindikasi transaksi mencurigakan, kewenangan tersebut berada di tangan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), bukan PPATK. “Ini adalah ranah OJK, bukan PPATK. Pemahaman ini penting terkait hak-hak warga negara,” tegas Huda, menekankan batasan yurisdiksi antar lembaga.
Selain itu, Celios juga mendesak PPATK untuk melakukan investigasi mendalam sebelum mengambil tindakan. Ada beragam alasan sah mengapa sebuah rekening menjadi tidak aktif, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) yang mengakibatkan tidak adanya transaksi masuk. Tindakan pemblokiran sepihak tanpa verifikasi dapat merugikan masyarakat luas yang tidak terlibat dalam aktivitas ilegal.
Dampak kerugian finansial juga menjadi sorotan. Konsumen yang rekeningnya diblokir terpaksa mengeluarkan biaya transportasi, parkir, dan waktu berharga hanya untuk mengurus pembukaan blokir. Belum lagi kerugian tak langsung akibat penundaan transaksi penting yang vital bagi kehidupan sehari-hari mereka. Oleh karena itu, pembekuan rekening *dormant* harus segera dihentikan karena jelas merugikan masyarakat dan sudah seharusnya dicabut. “Rekening adalah hak nasabah sebagai konsumen, bukan hak dari PPATK,” pungkas Huda.
Menanggapi gelombang kritik ini, PPATK telah mengambil langkah mundur. Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK, M Natsir Kongah, mengonfirmasi kepada *Tempo* pada Kamis, 31 Juli 2025, bahwa akses rekening tak aktif atau *dormant* yang sempat diblokir kini telah dibuka kembali.
Namun demikian, Natsir tidak memberikan penjelasan rinci mengenai proses maupun alasan di balik pembukaan kembali blokir rekening tersebut. Mengutip siaran pers PPATK sebelumnya, penghentian sementara transaksi pada rekening *dormant* dilakukan berdasarkan temuan maraknya penggunaan rekening pasif ini sebagai target kejahatan. Rekening yang “tidur” ini dianggap rentan dimanfaatkan untuk menampung dana hasil tindak pidana serius, termasuk jual beli rekening, peretasan, penggunaan *nominee* sebagai rekening penampungan, transaksi narkotika, korupsi, serta berbagai kejahatan lainnya. Sebagai informasi, PPATK mulai mengumpulkan data dari perbankan pada Februari 2025, dan penghentian transaksi rekening *dormant* resmi dilakukan pada 15 Mei 2025.
Pilihan Editor: Bagaimana Negara Lain Memperlakukan Rekening Dormant