Keputusan Bersejarah Presiden Prabowo: Abolisi Tom Lembong dan Amnesti Hasto Kristiyanto Disetujui DPR, Mengungkap Kronologi Kasus Hukumnya
Jakarta – Sebuah langkah politik dan hukum yang signifikan baru saja terjadi di Indonesia. Presiden Prabowo Subianto resmi menganugerahkan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, serta memberikan amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Keputusan penting ini, yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Kamis, 31 Juli 2025, menandai babak baru dalam perjalanan hukum kedua tokoh tersebut.
Sebelumnya, Tom Lembong divonis bersalah dalam kasus impor gula tahun 2015-2016 dan dijatuhi hukuman 4,5 tahun penjara. Sementara itu, Hasto Kristiyanto dihukum 3,5 tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus suap terhadap Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan, yang bertujuan memuluskan jalan Harun Masiku menjadi Anggota DPR dalam pergantian waktu. Atas putusan DPR ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan akan mempelajari lebih lanjut implikasinya.
Lalu, bagaimana sebenarnya kronologi kedua kasus yang menyeret Tom Lembong dan Hasto hingga akhirnya mendapatkan pengampunan dari presiden dengan persetujuan parlemen?
Jejak Kronologi Abolisi Tom Lembong
Abolisi, seperti yang diberikan kepada Tom Lembong, merupakan penghentian terhadap proses hukum yang sedang berjalan atas seseorang, demikian penjelasan Guru Besar Hukum Mahfud MD dalam kanal YouTube resminya, Kamis, 31 Juli 2025. Kasus yang menjerat Tom Lembong bermula dari penyelidikan intensif Kejaksaan Agung yang ditingkatkan menjadi penyidikan pada Oktober 2023. Setahun kemudian, tepatnya 30 Oktober 2024, Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan.
Setelah melalui serangkaian persidangan yang panjang, Tom Lembong akhirnya divonis bersalah oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 18 Juli 2025, dengan putusan 4,5 tahun penjara. Dalam pleidoinya, Tom Lembong bersikukuh bahwa kebijakan yang diambilnya semata-mata demi menjaga stabilitas harga gula di dalam negeri, bukan untuk memperkaya diri. Ia bahkan menepis tuduhan jaksa yang menyebut dirinya memperkaya pihak lain, dengan alasan tidak mengenal pemilik dari 10 perusahaan pengimpor gula tersebut. Meskipun vonis yang dijatuhkan lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 7,5 tahun, baik Tom Lembong maupun jaksa sama-sama mengajukan banding.
Titik balik datang pada 30 Juli 2025, ketika Presiden Prabowo Subianto melalui Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 secara resmi meminta pertimbangan DPR RI terkait pemberian abolisi untuk Tom Lembong. Permintaan ini disambut positif dan disetujui DPR pada Kamis malam, 31 Juli 2025. “DPR RI telah memberikan pertimbangan dan persetujuan terhadap Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang permintaan pertimbangan DPR RI atas pemberian abolisi atas nama saudara Tom Lembong,” terang Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa usulan abolisi ini datang dari pihaknya kepada Presiden Prabowo. “Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum, jadi surat permohonan Menteri Hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang menandatangani,” jelas Supratman. Ia menambahkan bahwa dengan diberikannya abolisi, seluruh proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong akan dihentikan, tinggal menunggu keputusan presiden sebagai tindak lanjutnya. Supratman menggarisbawahi bahwa pertimbangan utama pemberian abolisi ini adalah demi kepentingan bangsa dan negara, serta untuk membangun kondusivitas dan rasa persaudaraan di antara seluruh elemen bangsa. Tidak hanya itu, ia juga mengakui adanya pertimbangan subjektif, termasuk kontribusi dan prestasi Tom Lembong bagi republik.
Menanggapi keputusan ini, pengacara Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menyampaikan rasa terima kasih atas abolisi yang diberikan Presiden Prabowo dan disetujui DPR RI. Kendati demikian, ia mengaku akan mempelajari lebih rinci konsekuensi hukum dari abolisi tersebut sebelum menentukan sikap. “Karena ada akibat-akibat hukumnya apa dari abolisi itu, kita harus membahas dulu,” ujar Ari di Jakarta. Ia menilai bahwa pemberian abolisi ini patut dihargai sebagai upaya perbaikan yang dilakukan, dan berencana segera mengabarkan berita ini kepada Tom Lembong. Di sisi lain, Kejaksaan Agung mengaku baru mendengar informasi mengenai abolisi ini dan akan segera mempelajarinya. “Saya pelajari dahulu. Saya belum tahu. Saya baru tahu dari Anda,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna.
Amnesti untuk Hasto Kristiyanto
Bersamaan dengan abolisi Tom Lembong, Presiden Prabowo juga menganugerahkan amnesti kepada Hasto Kristiyanto, yang turut mendapat persetujuan DPR. Amnesti sendiri didefinisikan sebagai penghapusan hukuman yang telah dijatuhkan oleh pengadilan. “Pemberian persetujuan dan pertimbangan atas Surat Presiden Nomor R42/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025 tentang amnesti terhadap 1.116 orang yang telah terpidana diberikan amnesti, termasuk saudara Hasto Kristiyanto,” ungkap Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menjelaskan bahwa amnesti untuk Hasto diberikan bersamaan dengan 1.116 narapidana lain yang telah memenuhi syarat. Ia menyebut, semula pemerintah menargetkan amnesti bagi sekitar 44.000 narapidana, namun setelah verifikasi ketat, hanya 1.116 yang memenuhi kriteria hingga saat ini.
Ketua DPP PDIP Ribka Tjiptaning menilai amnesti ini adalah hal yang wajar dan seharusnya memang diberikan kepada Sekretaris Jenderal PDIP itu. Ribka meyakini Hasto tidak bersalah dalam perkara perintangan penyidikan buronan Harun Masiku, sehingga menurutnya, Hasto semestinya sudah bebas sejak dari pengadilan. “Kalau mau jujur waktu sidang keputusan seharusnya memang sudah diputus bebas,” kata Ribka saat dihubungi dari Badung, Bali. Oleh karena itu, ia berpandangan bahwa pembebasan Hasto melalui amnesti ini justru terkesan terlambat, setelah publik disuguhkan persidangan yang penuh drama.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pemberian amnesti ini dengan menyatakan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan penuh Presiden sesuai Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, seperti disampaikan Ketua KPK Setyo Budiyanto. Sementara itu, Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menambahkan bahwa lembaganya akan mempelajari pemberian amnesti tersebut, mengingat proses hukum Hasto masih berjalan dan sedang dalam tahap pengajuan banding.
Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.