Profil Fransesca Albanese, Pelapor Khusus PBB yang Dimusuhi AS

Avatar photo

- Penulis Berita

Sabtu, 12 Juli 2025 - 08:22 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamharian.com – , Jakarta – Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Pelapor Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Francesca Albanese. Sanksi ini diumumkan pada Rabu,9 Juli 2025 menyusul tekanan berkepanjangan Washington agar Albanese dicopot dari jabatannya.

Dilansir dari laporan npr, sanksi itu menjadi penanda terbaru Amerika Serikat untuk membungkam kritik terhadap perang Israel yang telah berlangsung hampir 21 bulan di Gaza. Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat menuding laporan dan pernyataan Albanese sebagai kampanye perang politik dan ekonomi terhadap Amerika Serikat dan Israel

Suara Lantang dari Italia

Albanese bukan nama baru dalam advokasi hak asasi manusia. Sejak Mei 2022, perempuan yang juga pengacara spesialis HAM ini ditugaskan Dewan HAM PBB untuk memantau kondisi di Tepi Barat dan Jalur Gaza. Ia dikenal vokal menyebut aksi militer Israel sebagai bentuk genosida terhadap warga Palestina.

Dalam berbagai laporannya, Albanese menyebut perusahaan-perusahaan besar di Barat termasuk dari Amerika Serikat turut mendanai agresi militer Israel dengan menyediakan senjata, alat berat, hingga layanan digital. Albanese juga mendukung langkah International Criminal Court (ICC) yang mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap sejumlah pejabat Israel termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Tuduhan genosida dan keterlibatan korporasi inilah yang memicu amarah Washington. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Marco Rubio menuding Albanese menyebarkan kebencian anti-Semit dan mendukung terorisme.” Dia telah melontarkan antisemitisme yang terang-terangan, menyatakan dukungan terhadap terorisme, dan secara terbuka menghina Amerika Serikat, Israel, dan Barat,” kata Rubio.

Profil Albanese

Francesca Albanese memiliki latar belakang panjang dalam isu migrasi, hukum kemanusiaan, dan HAM. Ia pernah bekerja untuk UNRWA dan Kantor HAM PBB, serta menjadi pengajar di sejumlah universitas Eropa dan Timur Tengah.

Dikutip dari laman Mint, lulusan hukum asal Italia ini bukan pendatang baru di isu Palestina. Ia pernah bekerja di UNRWA dan kantor HAM PBB, serta menjadi peneliti di Georgetown University. Karyanya berjudul Palestinian Refugees in International Law (Oxford University Press, 2020) menjadi salah satu referensi akademik penting dalam isu pengungsi Palestina. Ia juga menulis J’Accuse (Fuoriscena, 2024) yang menyoroti kejahatan kemanusiaan di wilayah pendudukan.

Ia juga dikenal dengan pendekatan tegas tapi terukur. “Netralitas bukan berarti buta,” tulisnya dalam salah satu laporan. “Keadilan butuh keberpihakan pada fakta, bukan pada kekuasaan”.

Dalam berbagai kesempatan, termasuk wawancara dengan The World with Yalda Hakim, Albanese menegaskan, serangan Israel terhadap warga sipil tak bisa dibenarkan sekalipun kecaman terhadap Hamas tetap disampaikan. Ia juga menyoroti pola penyiksaan terhadap tahanan Palestina termasuk kekerasan seksual.

“Pemerkosaan beramai-ramai yang didokumentasikan di #SdeTeiman bukanlah kasus yang terisolasi-ini adalah bagian dari sebuah pola. Ini bukan hanya kekejaman: menimbulkan kerusakan fisik atau mental yang parah pada anggota kelompok ‘seperti itu’ adalah elemen konstitutif dari genosida,” tulisnya.

Meski berstatus sebagai pelapor khusus, Albanese adalah bagian dari komunitas kecil berjumlah 13 orang yang ditunjuk Dewan HAM PBB untuk memantau situasi di negara-negara tertentu. Selain Palestina, pelapor juga ditugaskan di Myanmar, Iran, Eritrea, hingga Korea Utara.

Sejak awal masa tugasnya, Albanese kerap jadi sasaran kritik dari kelompok pro-Israel. Namun baru kali ini, dia mendapatkan sanksi Amerika Serikat. Padahal, secara formal, pelapor khusus seperti Albanese bukanlah wakil resmi PBB dan tidak memiliki wewenang eksekutif. Namun laporan mereka kerap menjadi acuan penting bagi lembaga internasional seperti ICC dan organisasi kemanusiaan global. Itulah sebabnya, sanksi ini menuai kritik dari berbagai pihak.

Komisaris Tinggi HAM PBB Volker Türk bahkan menyerukan pencabutan segera sanksi terhadap Albanese. Ia mempertanyakan mengapa ia dijatuhi sanksi “Karena mengungkap genosida? Karena mengecam sistem? Mereka tidak pernah menantang saya atas fakta-fakta yang ada”.

Dalam konferensi pers di Slovenia, Albanese menyebut sanksi ini sebagai upaya untuk melemahkan mandatnya. “Saya akan terus melakukan apa yang harus saya lakukan,” katanya.

Pilihan Editor: Proyek IKN Makin Tak Pasti

Berita Terkait

Kapolri Ajak Tokoh Lintas Agama Sumut Dukung Asta Cita Pemerintah
Prosedur dan Tahapan Penentuan Anggaran RAPBN 2026
Komnas HAM Tinjau TKP Tewasnya Diplomat Kemlu Arya Daru Pangayunan
Pramono Anung: Jakarta Sudah Punya Rencana Gratiskan Sekolah Swasta sebelum Putusan MK
Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Beberkan 6 Point Terkait Revisi KUHAP
Trump Kenakan Tarif 35 Persen ke Kanada Mulai 1 Agustus
DPR Didesak Sahkan RUU Keadilan Iklim, Ini Alasannya
Sekolah Gratis? Kemendikbudristek Ungkap Fakta Soal Biaya Pendidikan!

Berita Terkait

Sabtu, 12 Juli 2025 - 11:50 WIB

Kapolri Ajak Tokoh Lintas Agama Sumut Dukung Asta Cita Pemerintah

Sabtu, 12 Juli 2025 - 11:16 WIB

Prosedur dan Tahapan Penentuan Anggaran RAPBN 2026

Sabtu, 12 Juli 2025 - 10:27 WIB

Komnas HAM Tinjau TKP Tewasnya Diplomat Kemlu Arya Daru Pangayunan

Sabtu, 12 Juli 2025 - 10:05 WIB

Pramono Anung: Jakarta Sudah Punya Rencana Gratiskan Sekolah Swasta sebelum Putusan MK

Sabtu, 12 Juli 2025 - 09:24 WIB

Ketua Komisi III DPR Habiburokhman Beberkan 6 Point Terkait Revisi KUHAP

Berita Terbaru