Ragamharian.com JAKARTA – Di tengah meningkatnya tensi geopolitik global, harga emas justru terpantau masih menunjukkan tren penurunan yang signifikan, atau bearish. Kondisi ini mencerminkan sikap antisipatif dari para investor, yang pada gilirannya menyebabkan likuiditas di pasar emas menjadi relatif terbatas.
Menurut data terbaru dari Trading Economics, pada Senin (23/6) pukul 19.51 WIB, harga emas tercatat berada di US$ 3.362 per ons troi. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,18% dalam kurun waktu 24 jam terakhir, dan jika ditarik lebih jauh, pelemahan akumulatifnya mencapai 0,72% dalam sepekan terakhir.
Analis dari Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menjelaskan bahwa pelemahan harga emas ini utamanya disebabkan oleh tekanan jual yang mendominasi pasar. Ia menambahkan, para investor cenderung bersikap menanti atau antisipatif, menunggu kejelasan lebih lanjut baik dari perkembangan situasi geopolitik di Timur Tengah maupun arah kebijakan moneter dari Bank Sentral AS, The Fed. Sikap hati-hati inilah yang membatasi pergerakan likuiditas di pasar emas.
Dari perspektif teknikal, Andy menegaskan bahwa tren bearish pada harga emas semakin menguat. Hal ini terlihat dari formasi grafik candlestick harian yang konsisten menunjukkan rangkaian posisi puncak dan dasar yang lebih rendah (lower high dan lower low). Selain itu, indikator Moving Average juga secara jelas mengindikasikan bias jual yang kuat.
Lebih lanjut, Andy mengamati bahwa volume transaksi yang terjadi saat harga emas mengalami penurunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan volume pada saat ada upaya pemulihan atau rebound. Fenomena ini semakin mempertegas dominasi para penjual (seller) di pasar.
“Sinyal hawkish yang disampaikan oleh The Fed pada pekan lalu terbukti menjadi faktor krusial lain yang memberikan dorongan kuat kepada dolar AS (Greenback) dan secara bersamaan memberikan tekanan signifikan pada emas, logam mulia yang dikenal tidak memberikan imbal hasil,” demikian tulis Andy dalam risetnya pada Senin (23/6).
Andy memproyeksikan, apabila tekanan jual terus berlanjut, harga emas berpotensi menembus level pivot support kunci di US$ 3.343. Penembusan ini akan membuka ruang bagi koreksi harga lebih dalam, bahkan hingga menyentuh level psikologis US$ 3.300.
Sebaliknya, jika para pembeli (buyer) menunjukkan agresivitas kembali dan merespons kondisi jenuh jual (oversold) di area harga saat ini, maka potensi rebound teknikal dapat membawa harga emas mendekati level resistance intraday di US$ 3.385, sebelum pasar menentukan arah pergerakan selanjutnya.
Dari sisi fundamental, eskalasi geopolitik kembali menjadi sorotan setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Tindakan ini secara inheren meningkatkan risiko konflik yang lebih luas di kawasan tersebut. Namun, pasar cenderung memberikan respons yang moderat, terutama karena pernyataan dari Trump yang menyebutkan bahwa keputusan mengenai keterlibatan langsung AS akan diumumkan dalam dua minggu mendatang.
“Pernyataan semacam ini berperan penting dalam menstabilkan ekspektasi para investor dan secara efektif menahan lonjakan permintaan aset safe-haven. Inilah mengapa emas tidak mengalami reli agresif, meskipun tensi geopolitik terus meningkat,” jelas Andy.
Selain faktor geopolitik, kebijakan moneter The Fed juga memegang peranan krusial dalam menekan harga emas. Setelah memutuskan untuk menunda pemangkasan suku bunga pada pekan lalu, The Fed kembali menegaskan komitmennya untuk mempertahankan tingkat suku bunga tinggi lebih lama. Langkah ini diambil dengan tujuan utama untuk menekan laju inflasi yang masih persisten.
Meskipun proyeksi dari Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) masih mengisyaratkan adanya satu hingga dua pemangkasan suku bunga sepanjang tahun ini, jadwalnya kini terlihat lebih lambat, dengan hanya satu kali pemangkasan yang diisyaratkan untuk tahun 2026 dan 2027.
Tingkat suku bunga yang tinggi secara inheren memperkuat daya tarik dolar AS sebagai mata uang cadangan global. Kondisi ini secara langsung memberikan tekanan tambahan pada harga emas, mengingat statusnya sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil.