Proyeksi Harga Emas di Tengah Tekanan Geopolitik & Kebijakan The Fed yang Hawkish

Avatar photo

- Penulis Berita

Selasa, 24 Juni 2025 - 08:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamharian.com JAKARTA – Di tengah meningkatnya tensi geopolitik global, harga emas justru terpantau masih menunjukkan tren penurunan yang signifikan, atau bearish. Kondisi ini mencerminkan sikap antisipatif dari para investor, yang pada gilirannya menyebabkan likuiditas di pasar emas menjadi relatif terbatas.

Menurut data terbaru dari Trading Economics, pada Senin (23/6) pukul 19.51 WIB, harga emas tercatat berada di US$ 3.362 per ons troi. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,18% dalam kurun waktu 24 jam terakhir, dan jika ditarik lebih jauh, pelemahan akumulatifnya mencapai 0,72% dalam sepekan terakhir.

Analis dari Dupoin Futures Indonesia, Andy Nugraha, menjelaskan bahwa pelemahan harga emas ini utamanya disebabkan oleh tekanan jual yang mendominasi pasar. Ia menambahkan, para investor cenderung bersikap menanti atau antisipatif, menunggu kejelasan lebih lanjut baik dari perkembangan situasi geopolitik di Timur Tengah maupun arah kebijakan moneter dari Bank Sentral AS, The Fed. Sikap hati-hati inilah yang membatasi pergerakan likuiditas di pasar emas.

Dari perspektif teknikal, Andy menegaskan bahwa tren bearish pada harga emas semakin menguat. Hal ini terlihat dari formasi grafik candlestick harian yang konsisten menunjukkan rangkaian posisi puncak dan dasar yang lebih rendah (lower high dan lower low). Selain itu, indikator Moving Average juga secara jelas mengindikasikan bias jual yang kuat.

Lebih lanjut, Andy mengamati bahwa volume transaksi yang terjadi saat harga emas mengalami penurunan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan volume pada saat ada upaya pemulihan atau rebound. Fenomena ini semakin mempertegas dominasi para penjual (seller) di pasar.

“Sinyal hawkish yang disampaikan oleh The Fed pada pekan lalu terbukti menjadi faktor krusial lain yang memberikan dorongan kuat kepada dolar AS (Greenback) dan secara bersamaan memberikan tekanan signifikan pada emas, logam mulia yang dikenal tidak memberikan imbal hasil,” demikian tulis Andy dalam risetnya pada Senin (23/6).

Andy memproyeksikan, apabila tekanan jual terus berlanjut, harga emas berpotensi menembus level pivot support kunci di US$ 3.343. Penembusan ini akan membuka ruang bagi koreksi harga lebih dalam, bahkan hingga menyentuh level psikologis US$ 3.300.

Sebaliknya, jika para pembeli (buyer) menunjukkan agresivitas kembali dan merespons kondisi jenuh jual (oversold) di area harga saat ini, maka potensi rebound teknikal dapat membawa harga emas mendekati level resistance intraday di US$ 3.385, sebelum pasar menentukan arah pergerakan selanjutnya.

Dari sisi fundamental, eskalasi geopolitik kembali menjadi sorotan setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Tindakan ini secara inheren meningkatkan risiko konflik yang lebih luas di kawasan tersebut. Namun, pasar cenderung memberikan respons yang moderat, terutama karena pernyataan dari Trump yang menyebutkan bahwa keputusan mengenai keterlibatan langsung AS akan diumumkan dalam dua minggu mendatang.

“Pernyataan semacam ini berperan penting dalam menstabilkan ekspektasi para investor dan secara efektif menahan lonjakan permintaan aset safe-haven. Inilah mengapa emas tidak mengalami reli agresif, meskipun tensi geopolitik terus meningkat,” jelas Andy.

Selain faktor geopolitik, kebijakan moneter The Fed juga memegang peranan krusial dalam menekan harga emas. Setelah memutuskan untuk menunda pemangkasan suku bunga pada pekan lalu, The Fed kembali menegaskan komitmennya untuk mempertahankan tingkat suku bunga tinggi lebih lama. Langkah ini diambil dengan tujuan utama untuk menekan laju inflasi yang masih persisten.

Meskipun proyeksi dari Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) masih mengisyaratkan adanya satu hingga dua pemangkasan suku bunga sepanjang tahun ini, jadwalnya kini terlihat lebih lambat, dengan hanya satu kali pemangkasan yang diisyaratkan untuk tahun 2026 dan 2027.

Tingkat suku bunga yang tinggi secara inheren memperkuat daya tarik dolar AS sebagai mata uang cadangan global. Kondisi ini secara langsung memberikan tekanan tambahan pada harga emas, mengingat statusnya sebagai aset yang tidak memberikan imbal hasil.

Berita Terkait

BEST Absen Dividen: Analis Ungkap Penyebab & Prospek Bekasi Fajar
Miliarder Iran: 10 Orang Terkaya, Pendiri eBay Rp 168 Triliun!
Saham ABBA Tak Bagi Dividen: Mahaka Media Ungkap Alasannya
Spooring Ban Mobil Asal-asalan? Ini Bahayanya!
Rencana GreenTeams Setelah Dapat Pendanaan Seri A dari Investor Asing
Syarat dan Cara Mengikuti e-IPO untuk Investasi Saham Baru di BEI
Bos The Fed Lapor ke Parlemen AS, Bahas Alasan Tahan Suku Bunga
Langkah BCA Mewaspadai Dampak Ketegangan di Timur Tengah dan Global

Berita Terkait

Selasa, 24 Juni 2025 - 16:20 WIB

BEST Absen Dividen: Analis Ungkap Penyebab & Prospek Bekasi Fajar

Selasa, 24 Juni 2025 - 15:15 WIB

Miliarder Iran: 10 Orang Terkaya, Pendiri eBay Rp 168 Triliun!

Selasa, 24 Juni 2025 - 14:15 WIB

Saham ABBA Tak Bagi Dividen: Mahaka Media Ungkap Alasannya

Selasa, 24 Juni 2025 - 14:00 WIB

Spooring Ban Mobil Asal-asalan? Ini Bahayanya!

Selasa, 24 Juni 2025 - 11:54 WIB

Rencana GreenTeams Setelah Dapat Pendanaan Seri A dari Investor Asing

Berita Terbaru

Education And Learning

Liburan Sekolah Ceria: Aktivitas Seru & Dekorasi Kamar Anak Kreatif

Selasa, 24 Jun 2025 - 17:40 WIB

Public Safety And Emergencies

Evakuasi Pendaki Brasil di Rinjani: Fakta Terbaru & Kondisi Terkini

Selasa, 24 Jun 2025 - 17:35 WIB