Puan Maharani Mendesak Penindakan Tegas Praktik Beras Oplosan yang Rugikan Rakyat Triliunan Rupiah
JAKARTA – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Puan Maharani, dengan tegas meminta komisi-komisi di parlemen untuk segera menindaklanjuti kabar maraknya beras oplosan. Seruan ini disampaikan Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (15/7), sebagai respons atas kekhawatiran yang meluas di masyarakat terkait praktik curang tersebut.
Puan menekankan pentingnya peran pengawasan DPR dalam masalah krusial ini. “DPR tentu saja akan melakukan pengawasan melalui komisi-komisi yang ada di DPR untuk ikut menindaklanjuti terkait dengan hal itu,” ujar Puan, menegaskan komitmen parlemen untuk membongkar praktik curang yang merugikan konsumen.
Selain meminta DPR bertindak, Puan juga mendesak pemerintah untuk mengusut tuntas dugaan beras oplosan ini agar tidak ada lagi masyarakat yang dirugikan. Ia menegaskan, “Kupas dan selidiki dengan tuntas terkait dengan beras oplosan. Jadi, jangan sampai kemudian beras ini merugikan masyarakat.” Lebih lanjut, Puan menuntut agar siapapun pihak yang terbukti terlibat dalam praktik kejahatan ekonomi ini ditindak tegas secara hukum. “Kalau ada pihak-pihak yang melakukan hal tersebut langsung ditindaklanjuti. Diproses secara hukum, jangan sampai merugikan rakyat,” tegasnya.
Keseriusan masalah beras oplosan ini tercermin dari rencana Komisi IV DPR yang akan memanggil Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk dimintai keterangan. Menurut catatan Mentan Amran, praktik oplosan beras ini berpotensi merugikan konsumen hingga angka fantastis, mencapai Rp 99 triliun per tahun. Angka ini setara dengan hampir Rp 100 triliun, sebuah kerugian kolosal yang terus berulang setiap tahunnya.
Amran Sulaiman lebih lanjut menjelaskan dampak kerugian jangka panjang dari praktik ilegal ini. “Ini kan merugikan masyarakat Indonesia, itu kurang lebih Rp 99 triliun, hampir Rp 100 triliun kira-kira, karena ini terjadi setiap tahun. Katakanlah 10 tahun atau 5 tahun, kalau 10 tahun kan Rp 1.000 triliun, kalau 5 tahun kan Rp 500 triliun, ini kerugian,” ungkapnya, menggambarkan skala kerugian yang bisa mencapai ratusan hingga ribuan triliun dalam beberapa tahun. Oleh karena itu, tindakan cepat dan tegas sangat dibutuhkan untuk menghentikan praktik yang secara masif merugikan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.