Dalam pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi di Moskow, Presiden Rusia Vladimir Putin dengan tegas menyatakan dukungan penuhnya terhadap rakyat Iran. Putin mengecam keras serangan yang menargetkan Teheran, menyebutnya sebagai “agresi yang sama sekali tidak beralasan” dan “tidak dapat dibenarkan”. Pernyataan ini disampaikan pada Senin, 23 Juni 2025, seperti yang dilaporkan oleh Al Arabiya.
Dalam kesempatan tersebut, Putin menegaskan komitmen Rusia untuk “melakukan upaya memberikan bantuan kepada rakyat Iran.” Hubungan kerja sama antara Rusia dan Iran telah terjalin erat sejak lama. Kunjungan Menteri Luar Negeri Iran ke Moskow ini bertujuan untuk mencari bantuan lebih lanjut dari Rusia, menyusul insiden serangan militer Amerika Serikat terhadap Republik Islam Iran selama akhir pekan, yang diklaim sebagai yang terbesar sejak revolusi 1979.
Namun, ketika ditanya mengenai kemungkinan dukungan langsung Moskow kepada Teheran, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov tidak memberikan jawaban lugas. “Itu tergantung pada apa yang dibutuhkan Iran. Kami telah menawarkan upaya mediasi kami,” ujar Peskov, seperti yang dikutip The Washington Post dari Independent.
Putin secara khusus mengecam serangan militer Amerika Serikat terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran, yakni Fordow, Natanz, dan Isfahan. Presiden Rusia itu juga menyerukan semua pihak untuk menjaga ketenangan dan kembali menawarkan peran Moskow sebagai mediator dalam program nuklir Iran. Kendati demikian, laporan Independent mengindikasikan bahwa Teheran, berdasarkan sumber-sumber Iran, tampaknya kurang terkesan dengan dukungan Rusia yang ada saat ini, meskipun rincian spesifik bantuan yang diharapkan tidak disebutkan.
Hubungan Rusia dan Iran semakin menguat signifikan sejak konflik di Ukraina meletus, menjadikan Iran salah satu sekutu terpenting bagi Moskow, terutama dalam penyediaan rudal dan drone. Sebagai bukti penguatan hubungan ini, pada Januari lalu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian dan Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani perjanjian kemitraan strategis berjangka 20 tahun, yang kemudian diratifikasi oleh parlemen Iran pada bulan Mei. Kemitraan tersebut berfokus pada penguatan kerja sama pertahanan, meliputi sinergi dalam menghadapi ancaman militer bersama, pengembangan kolaborasi teknis-militer, serta pelaksanaan latihan militer gabungan.
Di sisi lain, Moskow menghadapi tantangan besar dalam mengalokasikan sumber daya, termasuk dana, personel, dan peralatan, untuk mendukung perang di Ukraina. Berdasarkan laporan Independent, konflik yang berkepanjangan dan mahal ini menimbulkan potensi keengganan Rusia untuk mengalihkan sumber daya signifikan ke kawasan Timur Tengah.
Dalam konteks yang berbeda, Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Israel secara terbuka telah membahas kemungkinan pembunuhan Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei, serta wacana perubahan rezim di Iran. Rusia mengkhawatirkan langkah semacam ini dapat menyeret Timur Tengah ke dalam konflik yang lebih dalam. Menanggapi eskalasi terbaru di kawasan itu, Araghchi, yang dikutip oleh kantor berita TASS, menegaskan bahwa Iran dan Rusia sedang melakukan koordinasi erat.
Pekan lalu, Kepala Kremlin menolak untuk mengomentari kemungkinan tindakan Israel dan Amerika Serikat terhadap Khamenei. Putin juga mengungkapkan bahwa Israel telah memberikan jaminan kepada Moskow, memastikan para ahli Rusia yang terlibat dalam pembangunan dua reaktor tambahan di pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr di Iran tidak akan terdampak oleh serangan udara.
Sebagai sekutu lama Teheran, Rusia memegang peran krusial dalam negosiasi program nuklir Iran dengan negara-negara Barat. Rusia adalah salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB yang memegang hak veto, serta merupakan penandatangan kesepakatan nuklir komprehensif (JCPOA) yang kemudian ditinggalkan oleh Presiden Trump pada tahun 2018.
Artikel ini ditulis dengan kontribusi dari Sita Planasari.
Pilihan editor: Komandan Al Quds Iran Esmail Qaani Muncul Membantah Klaim Dibunuh Israel