Warga Pulau Rempang Tetap Tolak Relokasi Rempang Eco City, Tagih Janji Amsakar Achmad
Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City di Batam kembali menuai penolakan keras dari warga Pulau Rempang. Pada Sabtu, 19 Juli 2025, warga menggelar aksi demonstrasi di Kampung Sungai Raya, Kelurahan Sembulang, Pulau Rempang, untuk menuntut Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, menepati janji kampanyenya terkait legalitas kampung tua.
“Hari ini, kami masyarakat Rempang tetap menolak keras relokasi dan transmigrasi lokal,” tegas salah satu orator. Mereka menagih janji Amsakar Achmad yang sebelumnya berjanji akan membantu pengurusan legalitas kampung-kampung tua di pulau tersebut. Perlawanan ini bukan tanpa alasan. Bagi warga, kampung-kampung mereka merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang, bahkan jauh sebelum Indonesia merdeka, menjadi bagian dari peradaban Kerajaan Riau Lingga.
M. Aris, salah satu warga yang hadir, menekankan bahwa pemerintah seharusnya mendukung pelestarian kampung-kampung tersebut, bukan malah merencanakan penggusuran yang mengancam mata pencaharian mereka sebagai nelayan dan petani. “Kami tidak pernah mengganggu pembangunan yang dilakukan Pemko Batam atau BP Batam,” ujar Aris, “hanya saja kami menolak pembangunan yang mengorbankan tempat tinggal kami.”
Kecemasan warga semakin bertambah dengan beredarnya isu penetapan Pulau Rempang sebagai kawasan hutan. Aris mengungkapkan ketidakpuasannya atas kurangnya sosialisasi dan transparansi dari pemerintah mengenai hal ini. “Informasi tentang status kawasan hutan baru muncul setelah rencana pengembangan Pulau Rempang digulirkan,” katanya, menyayangkan absennya informasi mengenai batas dan titik kawasan hutan yang jelas.
Menjelang aksi demonstrasi, warga terlebih dahulu menggelar gotong royong membersihkan lingkungan sekitar Kampung Sungai Raya. Kegigihan mereka dalam memperjuangkan hak atas tanah terlihat jelas, terlebih dengan kehadiran mereka dalam kunjungan tim Panja Komisi VI DPR RI yang tengah menyelidiki tata kelola lahan dan tata ruang Batam, sekaligus turut memperjuangkan legalitas kampung tua Pulau Rempang.
Sementara itu, BP Batam dalam keterangan resminya melaporkan update relokasi warga yang bersedia pindah. Per 15 Juli 2025, tercatat 125 KK atau 436 jiwa telah menempati hunian baru di Tanjung Banun. Kepala Biro Umum BP Batam, Mohamad Taofan, menegaskan bahwa proses relokasi dilakukan dengan pendekatan komunikasi yang konstruktif dan kultural, mengikuti arahan Kepala BP Batam, Amsakar Achmad.
Namun, penolakan warga Rempang terhadap relokasi dan pembangunan Rempang Eco City tetap berlangsung. Perjuangan mereka untuk mempertahankan kampung halaman dan mata pencaharian terus berlanjut, di tengah janji-janji yang belum terpenuhi dan informasi yang dinilai kurang transparan dari pemerintah. Perkembangan situasi ini tentunya patut dipantau mengingat besarnya dampak yang akan ditimbulkan bagi warga Pulau Rempang.