Rupiah Melemah: Serangan Israel ke Iran Picu Sentimen Risk-Off dan Tekan Nilai Tukar
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali melemah sepanjang pekan ini, ditutup pada angka Rp 16.308 per USD pada Jumat (13/6). Pelemahan ini mencapai 0,37% dibandingkan penutupan hari sebelumnya di angka Rp 16.243 per USD. Secara mingguan, rupiah tercatat melemah 0,11% di pasar spot. Sementara itu, Rupiah Jisdor juga menunjukkan pelemahan 0,34% secara harian, berada di angka Rp 16.293 per USD, dan melemah 0,09% secara mingguan.
Pelemahan rupiah ini utamanya didorong oleh meningkatnya sentimen geopolitik global pasca serangan Israel ke Iran. Menurut Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata, serangan tersebut meningkatkan ketegangan geopolitik dan memicu sentimen *risk-off*, mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman dan menyebabkan lonjakan harga minyak global.
Meskipun data inflasi AS, baik Consumer Price Index (CPI) maupun Producer Price Index (PPI), lebih rendah dari perkiraan, menekan nilai dolar AS, tekanan terhadap rupiah tetap signifikan. Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, menjelaskan bahwa harapan terhadap kesepakatan dagang AS-China yang sempat muncul, kini diragukan oleh para investor.
Faktor internal juga turut memberikan tekanan. Penurunan indeks kepercayaan konsumen Indonesia dan melemahnya penjualan ritel memperburuk kondisi nilai tukar rupiah.
Melihat kondisi ini, baik Josua maupun Lukman memprediksi pelemahan rupiah berlanjut pekan depan. Perkiraan ini didasarkan pada sikap *cautious* The Fed dalam FOMC terbaru dan potensi berlanjutnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Keduanya memperkirakan rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 16.250 – Rp 16.400 per USD pada pekan depan.