Bank Indonesia (BI) memastikan kesiapan penuhnya dalam menghadapi potensi gejolak nilai tukar rupiah di tengah memanasnya konflik geopolitik global. Eskalasi situasi, terutama akibat potensi serangan militer Amerika Serikat terhadap Iran, diperkirakan dapat meningkatkan ketidakpastian signifikan di pasar keuangan dunia, yang pada gilirannya akan memengaruhi pergerakan arus modal dan stabilitas nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
Direktur Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas BI, Triwahyono, menjelaskan bahwa eskalasi konflik di Timur Tengah telah menimbulkan kekhawatiran mendalam terhadap arah pasar keuangan global. Kondisi ini secara alami mendorong para pelaku pasar untuk mengalihkan dana mereka ke aset-aset yang dianggap aman atau “safe haven”, seperti dolar AS, obligasi dari negara-negara maju, dan emas. “Serangan AS ke Iran sudah tentu meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah, yang dikhawatirkan akan berdampak pada pergerakan pasar keuangan dunia,” ujar Triwahyono kepada kumparan pada Minggu (22/6).
Triwahyono menambahkan, di tengah meningkatnya kondisi ketidakpastian global, risiko beralihnya arus modal dari pasar negara berkembang menuju aset-aset negara maju menjadi semakin besar. Perpindahan ini secara langsung dapat menimbulkan tekanan tambahan yang signifikan terhadap nilai tukar rupiah. “Di tengah meningkatnya kondisi ketidakpastian tersebut, salah satu risiko yang mungkin terjadi adalah beralihnya arus modal ke safe haven assets seperti assets (obligasi & mata uang) negara maju utama dunia, emas dan lainnya. Hal tersebut dapat meningkatkan tekanan terhadap mata uang emerging countries termasuk rupiah,” ungkapnya.
Menyikapi potensi tekanan ini, Triwahyono menegaskan bahwa Bank Indonesia akan terus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan tetap aktif di pasar keuangan. Strategi stabilisasi ini dilakukan melalui serangkaian instrumen intervensi, baik di pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. “Untuk mengantisipasi dan merespons kondisi tersebut, kami akan selalu berada di market untuk menjaga stabilitas pergerakan Rupiah, melalui berbagai instrumen seperti intervensi NDF di pasar offshore, baik di pasar Asia, Eropa, maupun Amerika, serta melakukan triple intervention di pasar domestic, baik di pasar spot, DNDF, maupun pembelian SBN di pasar sekunder,” tegasnya.