Saham Lesu: Fundamental Emiten & Ekonomi Jadi Penentu Arah Pasar?

Avatar photo

- Penulis Berita

Sabtu, 21 Juni 2025 - 03:55 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Berikut adalah artikel berita yang telah ditingkatkan:

Ragamharian.com, JAKARTA – Pasar saham Indonesia saat ini tengah dihadapkan pada tantangan signifikan. Kondisinya bukan semata cerminan kebijakan bursa, melainkan juga menyoroti persoalan struktural dalam ekonomi serta rendahnya daya tarik fundamental emiten. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai gairah investor ritel yang kian meredup.

Pengamat pasar modal terkemuka, Teguh Hidayat, mengungkapkan bahwa jumlah investor berdasarkan Single Investor Identification (SID) pada tahun 2021 telah mencapai angka fantastis sekitar 7 juta. Lonjakan ini dipicu oleh kebijakan Work From Home (WFH) selama pandemi Covid-19, yang memberikan lebih banyak waktu bagi masyarakat untuk berinvestasi dari rumah. Sayangnya, momentum positif tersebut tak mampu berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. “Tahun ini bukan benar-benar bertambah. Tahun 2021 itu sudah 7 juta juga. Sempat turun, lalu sekarang balik lagi. Artinya stagnan,” ujarnya kepada *Bisnis*, dikutip pada Jumat (20/6/2025).

Kondisi stagnasi jumlah investor ini turut berkontribusi pada pencapaian target transaksi harian Bursa Efek Indonesia (BEI). Target transaksi harian BEI sebesar Rp13,5 triliun untuk tahun ini terbilang konservatif, apalagi jika dibandingkan dengan puncak pada 2021 yang pernah menyentuh Rp30 triliun per hari. Namun, alih-alih meningkat, nilai transaksi justru terus menurun, mencerminkan kian rendahnya kepercayaan investor ritel terhadap pasar modal domestik. Teguh menilai, belum tercapainya target ini bukan semata karena kinerja BEI yang buruk, melainkan lebih disebabkan oleh stagnasi jumlah investor dan menurunnya minat pasar akibat kinerja emiten yang kurang menggembirakan.

Menurut Teguh, BEI sejatinya telah berinovasi dari sisi kebijakan, namun tanpa perbaikan kualitas fundamental perusahaan dan perlindungan investor yang nyata, upaya-upaya tersebut belum cukup untuk mengembalikan vitalitas pasar. “Sebenarnya mungkin problemnya bukan di BEI-nya. Mereka sudah banyak melakukan inovasi-inovasi. Cuma malah blunder. Mungkin bisa dibilang begitu ya. Jadi bukan dampak positif yang dihasilkan tapi justru jadi dampak negatif,” tegasnya.

Sebagai contoh, Teguh menyoroti kebijakan Full Call Auction (FCA) yang memungkinkan saham “mati” atau yang selama ini “terjebak” di harga Rp50 untuk diperdagangkan kembali hingga turun ke harga Rp1. Meskipun kebijakan ini diakui meningkatkan volume transaksi, ia justru merugikan investor karena nilai saham mereka jatuh semakin dalam. Tak hanya itu, salah satu kebijakan BEI lain yang dianggap “blunder” dan merugikan adalah penutupan kode broker serta informasi domisili investor. Kebijakan ini dinilai memukul kalangan *trader* aktif yang selama ini menjadi kontributor besar dalam volume transaksi harian, lantaran mereka kehilangan alat analisis penting dan membuat pasar kian sepi.

Oleh karena itu, Teguh merespons positif rencana BEI untuk membuka kembali kode broker serta data transaksi lokal dan asing sebagai langkah yang diharapkan dapat kembali meningkatkan nilai transaksi di pasar saham. “BEI ini selama beberapa tahun terakhir banyak eksperimen. Tapi kenyataannya semua yang dilakukan itu ternyata malah bikin pasar saham jadi sepi. Ya sudah berarti jangan dilakukan lagi. Balik lagi saja ke kebijakan-kebijakan yang dulu, yang tidak aneh-aneh seperti sekarang,” imbuhnya.

Di sisi lain, Teguh juga menilai kualitas emiten yang melantai di bursa masih kurang menjanjikan. Banyak perusahaan yang melakukan IPO namun memiliki fundamental yang lemah, sehingga membuat investor enggan membeli saham-saham baru. Sebagai solusi jangka panjang, ia menekankan pentingnya peningkatan kinerja fundamental perusahaan-perusahaan publik, pembagian dividen yang lebih menarik, serta perbaikan kondisi ekonomi secara umum. “Jadi yang harus diperbaiki juga sebenarnya kinerja perusahaan, kinerja emiten. Dividen yang dibayarkan ke investor harus lebih besar, tetapi agar kinerja perusahaan-perusahaan lebih bagus ya berarti ekonominya juga harus bagus,” paparnya.

Selain perbaikan kinerja emiten dan ekonomi, aspek perlindungan investor juga perlu ditingkatkan secara optimal di Indonesia. Teguh membandingkan dengan praktik di Wall Street, di mana ketika perusahaan bangkrut, aset akan dilikuidasi dan hasilnya dibagikan kepada investor. “Jadi meskipun mungkin investor tetap rugi. Tapi duitnya *ga* habis sama sekali. Masih ada sebagian yang balik. Di sini, kalau perusahaan bangkrut, investor kehilangan segalanya tanpa ada pengembalian sama sekali,” pungkasnya, menegaskan pentingnya perlindungan yang lebih kuat bagi para pemodal di pasar saham Indonesia.

Berita Terkait

Saham Properti Dividen: Rekomendasi & Prospek Terbaru
DEPO Bagi Dividen Rp 4,2/Saham! Ekspansi Toko Dongkrak Kinerja?
Harga Emas Antam Hari Ini
Investasi Emas Antam Aman: Daftar Tempat Beli Resmi Terpercaya 2024
IHSG Terjun Bebas! Apa yang Harus Dilakukan Investor?
IHSG Anjlok! Kapitalisasi Pasar Rp 12.099 T: Apa yang Terjadi?
Bezos & Sanchez Nikah di Venesia: Romantis, Mewah, & Strategis!
Saham Blue Chip Bagi Dividen Jumbo! Raih Cuan Rp 2,91 Triliun

Berita Terkait

Sabtu, 21 Juni 2025 - 13:35 WIB

Saham Properti Dividen: Rekomendasi & Prospek Terbaru

Sabtu, 21 Juni 2025 - 13:24 WIB

DEPO Bagi Dividen Rp 4,2/Saham! Ekspansi Toko Dongkrak Kinerja?

Sabtu, 21 Juni 2025 - 13:00 WIB

Harga Emas Antam Hari Ini

Sabtu, 21 Juni 2025 - 10:40 WIB

Investasi Emas Antam Aman: Daftar Tempat Beli Resmi Terpercaya 2024

Sabtu, 21 Juni 2025 - 08:50 WIB

IHSG Terjun Bebas! Apa yang Harus Dilakukan Investor?

Berita Terbaru

Entertainment

28 Years Later: Sekuel Baru, Aaron Taylor-Johnson, Tayang Juni 2025!

Sabtu, 21 Jun 2025 - 14:00 WIB

Entertainment

Stevan Pasaribu Gandeng Hanin Dhiya & David NOAH di Album Akustik!

Sabtu, 21 Jun 2025 - 13:44 WIB

Finance

Saham Properti Dividen: Rekomendasi & Prospek Terbaru

Sabtu, 21 Jun 2025 - 13:35 WIB