Strategi ARPU Dorong Kinerja Emiten Telekomunikasi hingga Akhir Tahun
Persaingan ketat dan daya beli masyarakat yang lemah tak menyurutkan optimisme pertumbuhan emiten telekomunikasi hingga akhir tahun. Strategi peningkatan *average revenue per user* (ARPU) menjadi kunci keberhasilan mereka. BRI Danareksa Sekuritas, melalui analis Kafi Ananta dan Erindra Krisnawan, memperkirakan hal ini akan berlanjut hingga awal semester II-2025.
Data BRI Danareksa Sekuritas hingga 18 Juli 2025 menunjukkan peningkatan signifikan. Simpati (TLKM) mencatatkan kenaikan rata-rata imbal hasil bulanan sebesar 31%, sementara Hutch (ISAT) mencapai 8%. Keberhasilan ini didorong oleh langkah penyederhanaan produk, khususnya rasionalisasi paket data berkuota besar.
Simpati, misalnya, memangkas *stock keeping unit* (SKU) dari 78 menjadi 61. Strategi ini meningkatkan *yield* rata-rata menjadi Rp 5.800 per GB. Hutch juga melakukan hal serupa, mengurangi SKU dari 50 menjadi 44 dan meraih *yield* Rp 3.400 per GB. Berbeda dengan Simpati dan Hutch, IM3 (ISAT) justru menambah variasi paket data di kisaran 5-20 GB, meskipun masih dalam proses perbaikan *yield*. Menariknya, ketiga merek milik PT XL Axiata Tbk (EXCL) belum menunjukkan langkah penyederhanaan serupa, yang menurut Kafi menunjukkan portofolio mereka telah optimal dan ramping.
Namun, strategi peningkatan ARPU ini memiliki konsekuensi. Ekky Topan dari Infovesta Kapital Advisori menjelaskan, fokus pada paket dengan ARPU tinggi berpotensi menyebabkan pelanggan dengan penggunaan data rendah beralih ke operator lain. Meskipun demikian, Ekky tetap optimistis, karena strategi ini meningkatkan *yield* per pelanggan meskipun volume kuota yang terjual mungkin menurun. Prioritas pada kualitas, bukan kuantitas, menjadi landasan strategi ini.
Kesimpulannya, strategi peningkatan ARPU terbukti efektif dalam meningkatkan kinerja emiten telekomunikasi. Rekomendasi investasi pun dikeluarkan: BRI Danareksa Sekuritas merekomendasikan *buy* untuk ISAT dan EXCL dengan target harga masing-masing Rp 2.600 dan Rp 2.800, sementara Infovesta Kapital Advisori menyarankan *buy* TLKM dengan target harga Rp 3.400.