PSSI Geser Satoru Mochizuki dari Pelatih Timnas Putri Indonesia, Fokus Pengembangan Jangka Panjang Sepak Bola Wanita
Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) telah mengambil langkah signifikan dengan mencopot Satoru Mochizuki dari jabatannya sebagai pelatih kepala Timnas Putri Indonesia. Keputusan ini menyusul kegagalan skuad Garuda Pertiwi melaju ke putaran final Piala Asia Putri 2026. Namun, Mochizuki tidak sepenuhnya dilepas dari lingkungan sepak bola nasional, melainkan dialihkan ke peran strategis yang berfokus pada pengembangan sepak bola putri Indonesia, menandai babak baru dalam upaya PSSI membangun fondasi jangka panjang.
Kegagalan tersebut terjadi dalam babak kualifikasi Grup D Piala Asia Putri 2026 yang berlangsung di Tangerang pada 29 Juni hingga 5 Juli 2025. Di bawah asuhan Satoru Mochizuki, Timnas Putri Indonesia hanya mampu meraih satu kemenangan atas Kirgistan. Sementara itu, dua laga lainnya berakhir dengan kekalahan pahit dari Pakistan (0-2) dan Taiwan (1-2). Hasil ini menempatkan Indonesia di posisi ketiga klasemen akhir grup, sehingga mimpi untuk berkompetisi di putaran final harus pupus.
Meski tak lagi memimpin di lapangan, pengalaman dan jejaring luas Satoru Mochizuki – termasuk perannya dalam membawa Timnas Putri Jepang menjuarai Piala Dunia Wanita 2011 – dinilai PSSI terlalu berharga untuk dilepas begitu saja. Anggota Exco PSSI, Vivin Cahyani, menjelaskan bahwa Mochizuki kini difokuskan pada aspek pengembangan sepak bola putri. “Coach Mochi sekarang difokuskan untuk *development*, sudah keputusan dari Ketum melalui koordinasi dengan Exco bahwa kita lihat jenjang yang lebih tinggi untuk Coach Mochi,” terang Vivin Cahyani di Hotel Sultan, Jakarta, Rabu (16/7/2025), seperti dikutip dari *BolaSport*.
Menurut Vivin, dengan kapabilitasnya, Mochizuki dianggap lebih tepat berada di belakang layar untuk menyusun *roadmap* dan membangun fondasi kuat bagi sepak bola putri di masa depan. “Jadi kita melihat Coach Mochi lebih strategis ada di belakang layar menyiapkan *road map-nya*,” imbuh Vivin, menunjukkan visi jangka panjang PSSI dalam memajukan sepak bola wanita di Tanah Air.
Untuk sementara waktu, kursi pelatih kepala Timnas Putri Indonesia akan diisi oleh pelatih interim, Joko Susilo. Joko Susilo akan mendampingi skuad Garuda Pertiwi dalam ajang Piala AFF Putri 2025 yang dijadwalkan berlangsung di Vietnam pada 6 hingga 19 Agustus mendatang. Vivin Cahyani menegaskan, “(Pelatih Mochizuki) tidak (menangani di Piala AFF lagi). Karena kita belum menemukan pelatih kepala, maka kita sudah tetapkan Coach Joko Susilo untuk menjadi pelatih interim guna mengisi posisi ini.”
PSSI sendiri tengah gencar memburu pelatih baru yang akan menakhodai timnas senior putri secara permanen. Federasi mengonfirmasi bahwa arah pencarian pelatih ini akan tetap berpatokan pada “kiblat Jepang”, sebuah pendekatan yang sudah didiskusikan dan menjadi bagian dari kerja sama bilateral dengan Federasi Sepak Bola Jepang (JFA) dalam pengembangan sepak bola wanita. “Kita sekarang sedang fokus untuk cari kepala pelatih baru di timnas senior… Kalau senior kita lagi *hunting*, tapi kita tetap kiblatnya di Jepang,” ujar Vivin. “Kita sudah putuskan kalau putri kita kiblatnya Jepang, dan sudah ada pembicaraan juga dengan JFA terkait itu,” tambahnya, menekankan komitmen PSSI terhadap standar tinggi.
Nama Akira Higashiyama, pelatih timnas putri U-19 Indonesia saat ini, disebut-sebut masuk dalam daftar calon kuat untuk memimpin timnas senior. Namun, PSSI menyatakan masih berhati-hati dalam menentukan pilihan, menganggapnya sebagai “open opsi”. “(Akira naik pangkat) itu open opsi juga. Kita sedang pikirkan dan kita tidak bisa cepat-cepat,” kata Vivin. Proses seleksi pelatih baru ini sangat ketat, melibatkan pengecekan latar belakang, portofolio, dan kredibilitas, mengingat beratnya tanggung jawab di level senior. Vivin menambahkan, “Kita cari Akira saja lama. Waktu itu, kita kasih kesempatan Coach Mochi untuk mencari juga hampir satu tahun. Karena kita lihat di Jepang banyak sekali coach yang mau jadi pelatih di Indonesia. Tapi kita juga lakukan *background checking*, (lihat) bagaimana portofolio, kredibilitasnya, dan lain-lain. Tentunya karena untuk senior itu bebannya cukup besar.”