Tomy Winata: Sosok Pengembang SCBD yang Buat Prabowo Terkejut, Simak Jejak Propertinya
Momen tak terduga menyelimuti acara *groundbreaking* Ekosistem Industri Baterai Listrik Terintegrasi Konsorsium ANTAM-IBC-CBL di Kawasan Artha Industrial Hills (AIH), Karawang, Jawa Barat, Minggu (29/6/2025). Presiden Prabowo Subianto, yang tengah menyampaikan sambutan, tiba-tiba menghentikan pidatonya. Sorot matanya tertuju pada sosok tak asing: Tomy Winata, nama besar di balik pengembangan Sudirman Central Business District (SCBD).
Prabowo kemudian menyapa dengan nada akrab, “Memang biasanya saya tidak mau ada.. TW (Tomy Winata) ada di sini… Mukanya familiar, jadi harus saya sapa juga,” ujarnya seraya menunjuk Tomy, seperti dikutip *RAGAMHARIAN.COM*, Minggu (29/6/2025). Tomy Winata pun segera berdiri dan menelungkupkan tangannya sebagai tanda hormat sebelum kembali duduk. Interaksi singkat ini sontak menarik perhatian publik, memicu pertanyaan tentang siapa sebenarnya sosok Tomy Winata ini.
Pria kelahiran Pontianak, 23 Juli 1958 ini adalah Komisaris PT Danayasa Arthatama Tbk. Perusahaan inilah yang merupakan dalang di balik pengembangan kawasan bisnis terpadu pertama di Indonesia, Sudirman Central Business District (SCBD), yang terletak megah di Senayan, Jakarta Selatan. Tomy Winata tak sendiri dalam mewujudkan mahakarya ini. Bersama Sugianto Kusuma alias Aguan yang menjabat sebagai Presiden Komisaris, keduanya mengusung visi ambisius untuk menyulap SCBD menjadi “Manhattan of Indonesia”.
Dilansir dari laman resminya, pengembang SCBD ini menerapkan model bisnis yang berbasis sinergi dan diversifikasi, dengan fokus utama pada segmen properti (real estat dan hotel) serta jasa telekomunikasi. Ini bukan sekadar kawasan biasa, melainkan sebuah ekosistem premium seluas kurang lebih 50 hektar di Segitiga Emas Jakarta. Kawasan ini telah menjelma menjadi pusat bisnis modern yang dihuni gedung perkantoran mewah, hunian eksklusif, pusat perbelanjaan kelas atas, dan hotel bintang lima, semuanya didukung oleh sarana dan prasarana yang terintegrasi sempurna. Cakupan usaha pengembang kawasan niaga terpadu ini meliputi pengembangan properti dan pengelolaan area terpadu, termasuk fasilitas pendukung serta penyediaan berbagai jasa pada umumnya, kecuali bidang hukum dan pajak.
Tak heran, SCBD kini bertabur gedung-gedung ikonik yang menjadi *landmark* Jakarta. Dari Mal Pacific Place yang mewah hingga Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange, Gedung Artha Graha, Alila SCBD, Sequis Tower, Ashta District 8, Equity Tower, Revenue Tower, SCBD Park, hingga Pacific Century Place, setiap bangunan menambah kemegahan kawasan ini.
Kemegahan ini tentu berbanding lurus dengan nilai aset di dalamnya. Wajar saja jika harga tanah di SCBD menjadi yang tertinggi di Jakarta. Dalam acara Media Briefing Jakarta Property Market Insight Q1 2025 di Jakarta Mori Tower, Kamis (19/6/2025), Head of Research & Consultancy PT Leads Property Service Indonesia, Martin Hutapea, mengungkapkan, “SCBD (daerah paling mahal di Jakarta), itu sekitar kurang lebih bisa di atas Rp 200 juta-Rp 300 juta nilainya (per meter persegi).” Angka fantastis ini diperkuat oleh Senior Associate Director Colliers Indonesia, Ferry Salanto, yang menuturkan bahwa gedung Pacific Place di SCBD bahkan menyentuh harga Rp 200 jutaan per meter persegi pada tahun 2010. “Pembelinya Li Ka-shing, taipan asal Hong Kong dan pendiri Cheung Kong Holdings. Harganya saat itu 20.000 dollar AS per meter persegi,” ungkap Ferry kepada *RAGAMHARIAN.COM*, Senin (30/6/2025).