Akuisisi BSI oleh BPI: Analisis Harga Saham dan Prospek Jangka Panjang
PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) menjadi sorotan setelah kabar rencana akuisisi oleh Badan Pengelola Investasi (BPI) Danareksa mencuat. Rencana ini, yang masih dalam tahap negosiasi, menarik perhatian analis dan investor, memicu perdebatan seputar harga wajar saham BRIS dan dampaknya terhadap kinerja perusahaan di masa depan.
Sebelumnya, Menteri BUMN Erick Thohir telah menyampaikan kajian *spin off* BSI dari Bank Mandiri (BMRI). Langkah ini akan menempatkan BSI sejajar dengan bank-bank BUMN lainnya di bawah naungan BPI Danareksa. Saat ini, BMRI masih menjadi pemegang saham pengendali BSI dengan kepemilikan 51,47%, disusul BNI (23,24%) dan BRI (15,38%). Kabar terbaru menyebutkan BPI Danareksa telah memanggil jajaran direksi BRIS untuk membahas negosiasi harga saham, yang dikabarkan akan dilakukan di bawah harga pasar.
Manajemen BSI sendiri hingga saat ini belum memberikan konfirmasi resmi terkait kabar tersebut. Namun, beredar kabar bahwa negosiasi harga saham BRIS yang dimiliki BMRI, BNI, dan BRI sedang berlangsung. Hal ini memicu pergerakan saham BRIS yang pada Kamis (5/6) ditutup menguat 0,78% menjadi Rp 2.570 per saham, meskipun investor asing melakukan aksi jual senilai Rp 56,2 miliar pada hari yang sama.
Berbagai analis memberikan pandangan berbeda mengenai aksi jual tersebut dan implikasi akuisisi terhadap harga saham BRIS. Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Profina Visindo, melihat aksi jual asing sebagai respons terhadap kurangnya transparansi dari manajemen Danareksa pasca akuisisi, serta kekhawatiran terhadap optimalisasi dana dan prospek BRIS di masa mendatang. Menurutnya, akuisisi dengan harga di bawah pasar akan berdampak negatif jangka pendek, meskipun berpotensi positif jangka panjang seiring kemudahan ekspansi bisnis BSI.
Sebaliknya, Andrey Wijaya dari RHB Sekuritas Indonesia berpendapat aksi jual disebabkan oleh *profit taking* investor setelah kenaikan harga saham BRIS yang signifikan, didukung kinerja kuartal II 2025 yang solid. Ia meyakini sentimen negatif hanya akan sementara, dan fundamental bisnis BRIS akan kembali menjadi fokus utama pasar setelah akuisisi. Andrey menekankan pentingnya Danareksa menetapkan nilai akuisisi yang tepat.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, menganggap aksi jual asing wajar mengingat valuasi BRIS yang telah mencapai PBV empat digit. Namun, ia tetap optimis terhadap prospek jangka panjang BRIS, bahkan melihat akuisisi oleh Danareksa sebagai potensi penguatan bagi ekosistem perbankan syariah di Indonesia, mengingat posisi strategis BSI sebagai satu-satunya bank syariah nasional dengan kapitalisasi pasar besar dan perannya dalam sektor haji dan bullion bank.
Terkait harga wajar saham BRIS, Andrey memproyeksikan harga di level Rp 3.500 per saham berdasarkan pendekatan valuasi PBV 2,6 kali dari proyeksi nilai buku tahun 2025. Sementara Indy memperkirakan kisaran 2,5 kali PBV, atau sekitar Rp 1.500-Rp 1.550 per saham jika menggunakan patokan PBV bank BUMN lain sebesar 1,5 kali. Proses negosiasi harga oleh *stakeholders* menjadi penentu arah pergerakan harga saham BRIS ke depannya.