Simon Tahamata: Komitmen Penuh Legenda Ajax untuk Sepak Bola Indonesia, Bukan Politik
Simon Tahamata, sosok legenda sepak bola sekaligus *Head of Scouting* Timnas Indonesia, menegaskan komitmennya untuk mendedikasikan diri sepenuhnya pada pengembangan olahraga di Tanah Air. Dengan tegas, Tahamata menepis segala anggapan miring yang mengaitkan kehadirannya dengan isu-isu Republik Maluku Selatan (RMS), menyatakan bahwa misinya di Indonesia semata-mata didedikasikan untuk kemajuan *sepak bola nasional*.
Dalam keterangannya kepada awak media di Stadion Madya, Senayan, Jakarta, pada Senin (2/6/2025), Simon Tahamata menekankan bahwa agenda utamanya adalah mewujudkan impian besar Timnas Indonesia tampil di ajang Piala Dunia. “Timnas Indonesia mau bermain di Piala Dunia. Dari itu saya di sini,” ujarnya lugas. Ia menambahkan, “Saya ke sini tak ada (hubungannya) dengan politik, saya datang buat sport (olahraga, sepak bola). Saya mau Indonesia ke muka (terkenal di mata dunia), dan tanah Indonesia ini akan besar.”
Pernyataan Tahamata ini muncul mengingat rekam jejaknya yang memang dikenal cukup vokal dalam menyuarakan isu RMS. Legenda berusia 69 tahun dari klub raksasa Belanda, Ajax Amsterdam, tersebut pernah dalam sebuah wawancara mengutarakan harapannya terkait kemerdekaan wilayah tersebut. Sebagai konteks, RMS sendiri dideklarasikan pada tahun 1950, dengan tujuan memisahkan diri dari Republik Indonesia. Namun, dengan posisinya saat ini, Simon Tahamata memastikan fokusnya beralih total ke dunia kulit bundar.
Kehadiran Simon Tahamata di jajaran kepelatihan Timnas Indonesia adalah atas undangan khusus dari Patrick Kluivert dan stafnya. “Saya di sini karena Indonesia punya talenta, dan *coach* Patrick tanya saya, mungkin kali saya mau ikut dengan Patrick di sini,” jelas Tahamata. Ia memilih untuk kembali ke Indonesia, tanah leluhurnya, alih-alih tetap berada di Ajax, demi tujuan mulia: membantu Patrick serta rekan-rekan stafnya untuk memajukan *sepak bola Indonesia* dan membina para pemain muda.
Sebagai *Head of Scouting Talent Timnas Indonesia*, Simon Tahamata telah mulai mengamati kondisi talenta-talenta pesepak bola di Tanah Air. Ia menyoroti perbedaan signifikan dalam pembinaan usia dini antara Indonesia dan Belanda. Menurutnya, anak-anak Indonesia yang baru mulai bermain *sepak bola* pada usia 13 atau 15 tahun sudah tergolong terlambat, berbeda dengan di Belanda yang dimulai sejak usia di bawah 8 tahun. “Di sini di bawah 13, atau 15 tahun, itu sudah terlambat,” kritiknya. Ia menambahkan bahwa pengalamannya melatih dan bermain bersama banyak talenta dari Ajax memberinya perspektif yang mendalam.
Terkait kriteria pencarian pemain muda potensial untuk Timnas Indonesia, Simon Tahamata memiliki standar tinggi. Ia mencari pemain yang memiliki kemampuan teknis mumpuni, mampu menggunakan kedua kaki, dan memiliki mentalitas pemenang. “Teknis sangat bagus, mental, harus menjadi pemenang, semuanya yang diperlukan oleh pemain profesional,” tegas Tahamata, berharap dapat membimbing *talenta muda* Indonesia menuju level profesionalisme tertinggi.