Ekstradisi Paulus Tannos, Buron Kasus Korupsi E-KTP, Makin Dekat Setelah Singapura Tolak Penangguhan Penahanan
Kabar baik datang dari upaya ekstradisi Paulus Tannos, buron kasus korupsi mega proyek e-KTP. Pengadilan Singapura baru-baru ini menolak permohonan penangguhan penahanannya, membuka jalan bagi proses pemulangannya ke Indonesia. Juru bicara KPK, Budi Prasetyo, menyambut positif keputusan tersebut, menyebutnya sebagai bukti nyata kerja sama yang kuat antara Indonesia dan Singapura dalam pemberantasan korupsi. Hal ini juga menegaskan komitmen kedua negara dalam penegakan hukum internasional.
KPK terus berkoordinasi intensif dengan Kementerian Hukum dan HAM serta Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura untuk memastikan kelengkapan dokumen yang dibutuhkan dalam proses ekstradisi. Kerja sama yang solid ini diharapkan dapat mempercepat proses pemulangan Paulus Tannos ke Indonesia untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menerima informasi langsung dari Attorney-General’s Chambers (AGC) Singapura terkait penolakan penangguhan penahanan Paulus Tannos dengan jaminan (bail). Informasi ini, yang diterima pada 16 Juni 2025, dinilai akan mempercepat proses hukum di Singapura.
Sidang pendahuluan atau *committal hearing* ekstradisi Paulus Tannos dijadwalkan berlangsung pada 23 hingga 25 Juni 2025 di Pengadilan Singapura. Pemerintah Indonesia telah mengajukan permohonan ekstradisi sejak 20 Februari 2025, dan melengkapi dokumen tambahan melalui jalur diplomatik pada 23 April 2025. Proses yang terbilang cepat ini menunjukkan komitmen kuat pemerintah dalam mengembalikan buronan korupsi ke Indonesia.
Paulus Tannos, yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) KPK sejak 19 Oktober 2021, diduga berperan penting dalam rekayasa tender proyek e-KTP yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun. Ia diduga melobi sejumlah pejabat dengan memberikan *fee* sebesar 5 persen dari nilai proyek, yang kemudian dibagi-bagikan kepada anggota DPR dan pejabat Kementerian Dalam Negeri.
Saat itu, Paulus Tannos menjabat sebagai Direktur PT Sandipala Arthaputra, perusahaan yang tergabung dalam konsorsium pemenang proyek e-KTP bersama Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI). Proyek yang dimulai sejak 2006 ini menggunakan dana sekitar Rp 6 triliun dari Kemendagri untuk pembuatan e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional.
Penangkapan Paulus Tannos oleh Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB) Singapura pada 17 Januari 2025, berdasarkan surat penangkapan sementara (provisional arrest request) dari Divisi Hubungan Internasional Polri, menandai langkah signifikan dalam upaya mengembalikannya ke Indonesia untuk diadili. Dengan ditolaknya penangguhan penahanan, ekstradisi Paulus Tannos kini semakin dekat, dan harapan untuk melihatnya bertanggung jawab atas kejahatannya semakin tinggi.