Situs Nuklir Iran Fordow Diserang AS: Fakta Tersembunyi Terungkap!

Avatar photo

- Penulis Berita

Rabu, 25 Juni 2025 - 19:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamharian.com – Jakarta – Fasilitas nuklir Fordow menjadi pusat perhatian utama setelah serangan udara Amerika Serikat ke Iran pada Minggu, 22 Juni 2025. Melalui platform Truth Social-nya, Presiden Donald Trump mengumumkan keberhasilan operasi militer yang menargetkan tiga fasilitas penting program nuklir Iran, yaitu Fordow, Natanz, dan Esfahan. “Muatan penuh bom dijatuhkan di situs utama Fordow,” tegas Trump, seperti dikutip dari laman Euro News. Fordow, yang strategis terletak dekat kota suci Qom, sekitar 95 kilometer barat daya Teheran, telah lama diidentifikasi sebagai salah satu situs kunci pengayaan nuklir Iran. Baik Israel maupun AS memandang fasilitas Fordow Fuel Enrichment Plant sebagai target prioritas dalam upaya mereka untuk menghentikan ambisi nuklir Teheran.

Lantas, mengapa fasilitas ini begitu vital bagi strategi AS dan Israel? Mari kita selami lebih dalam profil dari situs nuklir Fordow milik Iran.

Profil Situs Nuklir Fordow

Dilansir dari laman Euro News, Fordow Fuel Enrichment Plant membentang seluas sekitar 5.000 meter persegi dan dilengkapi dengan 3.000 sentrifus. Uniknya, Fordow dirancang untuk menahan serangan udara, menjadikannya fasilitas nuklir terbesar kedua Iran setelah Natanz yang dibangun dengan pertimbangan keamanan tinggi. Situs ini tersembunyi jauh di balik lima terowongan yang menembus pegunungan, menimbulkan spekulasi berkelanjutan tentang skala dan fungsi sebenarnya di balik struktur pendukung besar dan perimeter keamanannya yang luas, sebagaimana terlihat dari citra satelit terbaru.

Pembangunan Fordow dilakukan secara rahasia sejak 2006, dan keberadaannya baru terungkap pada 2009 setelah fasilitas tersebut mulai beroperasi. Kerahasiaan ini memicu kritik tajam dari AS dan negara-negara Barat, yang menuduh Iran melanggar transparansi internasional. Ruang utama Fordow diperkirakan berada 80 hingga 90 meter di bawah permukaan tanah, terlindungi oleh lapisan tanah dan batu yang tebal. Desain ini membuatnya dianggap kebal terhadap bom penghancur bunker konvensional yang dimiliki Israel, menjadikan penghancuran fasilitas dari udara sebagai tantangan yang sangat sulit, bahkan dengan teknologi militer tercanggih. Menurut Center for Strategic & International Studies, hanya Amerika Serikat yang memiliki bom GBU-57, yang dapat diantar oleh bomber B1, yang berpotensi menghancurkan Fordow melalui serangan berulang.

Silinder berisi uranium di fasilitas nuklir Fordow, Iran.[IRNA]

Awal Mula Pembangunan

Pembangunan Fordow, seperti dinukil dari laman CNN, dimulai pada awal tahun 2000-an, dengan citra satelit menunjukkan aktivitas konstruksi sejak 2002. Pada 2004, dua struktur persegi putih yang diyakini sebagai pintu masuk terowongan sudah terlihat. Menurut David Albright dari Institute for Science and International Security (ISIS), Fordow pada masa itu adalah bagian integral dari program senjata nuklir Iran, dirancang khusus untuk memproduksi uranium tingkat senjata dari uranium yang diperkaya rendah, yang berasal dari program nuklir sipil mereka.

Pada Oktober 2009, Iran mengklaim kepada International Atomic Energy Agency (IAEA) bahwa fasilitas bawah tanah ini dibangun sebagai respons terhadap ancaman serangan militer, sekaligus sebagai cadangan strategis untuk fasilitas Natanz. Teheran menyatakan Fordow dapat menampung hingga 3.000 sentrifus. Namun, pengungkapan keberadaan Fordow oleh Presiden AS Barack Obama, Presiden Prancis Nicolas Sarkozy, dan Perdana Menteri Inggris Gordon Brown pada 2009 memicu kecaman global. “Ukuran dan konfigurasi fasilitas ini tidak konsisten dengan program damai,” tegas Obama, seperti yang tertulis di laman CNN. Pada puncaknya, fasilitas ini memiliki 16 kaskade dan sekitar 3.000 sentrifus, dengan kemampuan mengayakan uranium hingga 5% pada awalnya, kemudian ditingkatkan hingga lebih dari 20% pada tahun 2011.

Pelanggaran Atas Kesepakatan Nuklir

Fasilitas Fordow sempat “dijinakkan” melalui Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada tahun 2015, yang mewajibkan Iran untuk menghapus dua pertiga sentrifugal dan seluruh material nuklir dari situs ini. Namun, setelah AS secara sepihak keluar dari kesepakatan pada 2018 di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump, Iran mulai membalikkan komitmennya. Pada 2019, Presiden Hassan Rouhani secara terbuka mengumumkan pengayaan kembali dengan menyuntikkan gas uranium ke sentrifugal, secara efektif menandakan reaktivasi fasilitas ini.

Selanjutnya, pada Januari 2023, laporan terbaru dari IAEA menyebutkan bahwa Iran telah meningkatkan pengayaan uranium hingga 60% di Fordow, dengan 2.700 sentrifugal beroperasi. Langkah ini secara jelas melanggar perjanjian pengamanan dengan PBB. “Iran menerapkan perubahan signifikan pada informasi desain yang dideklarasikan untuk Pabrik Fordow tanpa memberi tahu PBB sebelumnya. Hal ini bertentangan dengan kewajiban Iran berdasarkan perjanjian pengamanannya,” jelas Kepala IAEA Rafael Grossi, seperti yang tertulis di laman Euro News. Menurut ISIS, Iran berpotensi mengubah stok uranium 60% menjadi 233 kg uranium tingkat senjata dalam waktu tiga minggu, yang cukup untuk sembilan senjata nuklir. Tingkat pengayaan ini secara signifikan memicu kekhawatiran global bahwa Iran sedang bergerak menuju pengembangan senjata nuklir. Pihak Teheran sendiri bersikeras bahwa uranium yang diperkaya digunakan untuk tujuan damai, terutama untuk keperluan medis. Namun, menurut IAEA, Fordow tetap menjadi pusat utama pengayaan uranium Iran hingga 60%, sebuah nilai yang jauh di atas ambang batas untuk tujuan damai dan mendekati kadar senjata (90%). Realitas ini memperkuat kekhawatiran Israel, yang memandang program nuklir Iran sebagai ancaman eksistensial.

Serangan AS

Fasilitas nuklir Fordow, yang sebelumnya dijaga ketat oleh Garda Revolusi Iran dan dilindungi oleh sistem rudal permukaan ke udara buatan Iran dan Rusia, kini menghadapi tantangan serius. Serangan Israel baru-baru ini diyakini telah menetralkan sebagian pertahanan tersebut. Analis militer menggarisbawahi bahwa hanya AS yang memiliki bom GBU-57 Massive Ordnance Penetrator, seberat 13.000 kilogram, yang mampu menghancurkan ruang bawah tanah Fordow. Sementara itu, Israel diperkirakan memiliki bom GBU-28 yang dapat menembus hingga enam meter di bawah tanah. Selain serangan fisik, perang siber, seperti virus Stuxnet yang diduga dikembangkan AS dan Israel pada 2010, pernah berhasil melumpuhkan ribuan sentrifus Iran.

Adapun, dilansir dari laporan Antara, menurut IAEA, serangan AS pada Senin lalu diperkirakan menyebabkan kerusakan bawah tanah yang parah di Fordow. Dalam rapat darurat Dewan Gubernur IAEA, Direktur Jenderal Rafael Grossi menyatakan bahwa kerusakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh penggunaan muatan eksplosif berkekuatan tinggi. IAEA mencatat bahwa sentrifus di Fordow sangat sensitif terhadap getaran, sehingga dampak serangan ini sangat signifikan. IAEA juga mengidentifikasi sejumlah kawah di permukaan situs Fordow, yang mengindikasikan penggunaan amunisi penetrasi tanah. Temuan ini sejalan dengan pernyataan AS yang mengkonfirmasi serangan terhadap fasilitas tersebut. Meskipun demikian, Grossi menegaskan bahwa belum ada pihak, termasuk IAEA, yang dapat menilai secara menyeluruh tingkat kerusakan di dalam struktur bawah tanah Fordow, “Saat ini, tidak ada pihak, termasuk IAEA, yang berada dalam posisi untuk menilai secara penuh kerusakan bawah tanah di Fordow,” ujar Grossi.

Selain Fordow, situs nuklir di Isfahan juga menjadi sasaran serangan rudal jelajah AS. Grossi menyebutkan bahwa sejumlah bangunan yang terkait dengan proses konversi uranium di Isfahan mengalami kerusakan. Salah satu pintu masuk terowongan yang digunakan untuk menyimpan bahan uranium yang telah diperkaya juga tampak terkena dampak serangan. Kerusakan ini menambah kompleksitas situasi, mengingat peran penting Isfahan dalam rantai produksi nuklir Iran. Fasilitas Pengayaan Bahan Bakar di Natanz, situs nuklir terbesar Iran, juga tidak luput dari serangan. Grossi menyebutkan bahwa amunisi penetrasi tanah AS digunakan dalam operasi ini, menyebabkan kerusakan pada infrastruktur kunci di lokasi tersebut. Meskipun demikian, Iran telah melaporkan kepada IAEA bahwa tidak ada peningkatan level radiasi di luar Fordow, Isfahan, dan Natanz yang dapat mengindikasikan kebocoran bahan radioaktif.

Pilihan editor: Iran Serang Pangkalan Udara AS Al Udeid di Qatar

Berita Terkait

MA Putuskan Pemerintah Tidak Boleh Ekspor Pasir Laut
Respons Ahmad Muzani soal Pengusutan Dugaan Gratifikasi di Lingkungan MPR
Menteri KKP Singgung Orang Kaya Indonesia Pilih Liburan ke Maldives
Menko Airlangga Makin Intens Pelototi Harga Minyak Dunia
Update Evakuasi WNI dari Iran: 48 Sudah Tiba, 37 Masih di Baku
Prabowo Meresmikan Bali International Hospital
Usai Perang Iran-Israel, Trump Sebut Gencatan Senjata di Gaza Makin Dekat
Analisis Para Ahli Bantah Klaim AS yang Sebut Berhasil Hancurkan Situs Nuklir Iran

Berita Terkait

Kamis, 26 Juni 2025 - 02:56 WIB

MA Putuskan Pemerintah Tidak Boleh Ekspor Pasir Laut

Kamis, 26 Juni 2025 - 02:40 WIB

Respons Ahmad Muzani soal Pengusutan Dugaan Gratifikasi di Lingkungan MPR

Kamis, 26 Juni 2025 - 02:05 WIB

Menteri KKP Singgung Orang Kaya Indonesia Pilih Liburan ke Maldives

Kamis, 26 Juni 2025 - 01:45 WIB

Menko Airlangga Makin Intens Pelototi Harga Minyak Dunia

Kamis, 26 Juni 2025 - 01:16 WIB

Update Evakuasi WNI dari Iran: 48 Sudah Tiba, 37 Masih di Baku

Berita Terbaru

Finance

Alami Gagal Bayar, Begini Profil Akseleran

Kamis, 26 Jun 2025 - 03:25 WIB

Travel

6 Pantai di Lombok yang Terkenal dan Cocok untuk Healing

Kamis, 26 Jun 2025 - 03:10 WIB

Politics

MA Putuskan Pemerintah Tidak Boleh Ekspor Pasir Laut

Kamis, 26 Jun 2025 - 02:56 WIB