Ragamharian.com – , Jakarta – Suriah mengumumkan bahwa tentaranya telah mulai menarik diri dari Suwayda atau Sweida yang dilanda kekerasan pada Rabu malam. Seperti dilansir CNA dan Al Arabiya, langkah ini menyusul gelombang serangan Israel di ibu kota Damaskus dan seruan Amerika Serikat agar pasukan pemerintah meninggalkan kota di selatan yang mayoritas penduduknya Druze tersebut.
AS, yang merupakan sekutu dekat Israel dan telah berupaya memulihkan hubungannya dengan Suriah, mengatakan bahwa kesepakatan telah dicapai untuk memulihkan ketenangan di wilayah tersebut. Washington mendesak “semua pihak untuk memenuhi komitmen yang telah mereka buat”.
Pemerintah Suriah sebelumnya mengumumkan gencatan senjata baru di Sweida yang akan menghentikan operasi militer di sana, setelah bentrokan yang menurut pemantau perang telah menewaskan lebih dari 350 orang sejak Ahad.
“Tentara Suriah telah mulai menarik diri dariKkota Sweida sebagai implementasi dari ketentuan perjanjian yang diadopsi, setelah berakhirnya operasi penggerebekan kota tersebut untuk mencari kelompok-kelompok terlarang”, demikian pernyataan Kementerian Pertahanan.
Pernyataan itu tidak menyebutkan penarikan pasukan keamanan pemerintah lainnya, yang telah dikerahkan ke kota itu pada Selasa dengan tujuan untuk mengawasi gencatan senjata sebelumnya. Gencatan ini disepakati dengan para pemimpin masyarakat Druze setelah beberapa hari pertempuran mematikan dengan suku Badui setempat.
Gencatan senjata tersebut tampaknya tidak banyak berpengaruh, dengan para saksi mata melaporkan bahwa pasukan pemerintah bergabung dengan Suku Badui untuk menyerang para pejuang Druze dan warga sipil dalam amukan berdarah di kota tersebut.
Pemantau perang Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia mengatakan bahwa kekerasan di Provinsi Sweida telah menewaskan lebih dari 350 orang, termasuk pasukan pemerintah, pejuang lokal, dan 27 warga sipil Druze yang tewas dalam “eksekusi singkat”.
Kepresidenan Suriah berjanji untuk menyelidiki “tindakan keji” di Sweida dan menghukum “semua yang terbukti terlibat”.
ISRAEL SERANG DAMASKUS
Israel, yang memiliki komunitas Druze sendiri, telah menampilkan diri sebagai pembela kelompok tersebut. Meskipun beberapa analis mengatakan hal itu hanyalah dalih untuk mengejar tujuan militernya sendiri, yaitu menjauhkan pasukan pemerintah Suriah sejauh mungkin dari perbatasan bersama mereka.
Setelah jatuhnya penguasa lama Suriah Bashar al-Assad pada Desember, militer Israel mengambil alih zona demiliterisasi yang diawasi PBB di Dataran Tinggi Golan dan melancarkan ratusan serangan terhadap sasaran militer di Suriah.
Setelah melancarkan serangan udara di provinsi Sweida awal pekan ini dalam apa yang disebutnya sebagai pembelaan terhadap Druze, Israel melancarkan serangkaian serangan terhadap ibu kota Damaskus pada Rabu.
Sisi bangunan di kompleks kementerian pertahanan hancur setelah satu serangan, sementara asap mengepul di atas area tersebut.
Israel mengatakan pihaknya juga telah menyerang “target militer” di area istana presiden, sementara sumber Kementerian Dalam Negeri Suriah melaporkan serangan di luar ibu kota, di “sekitar bandara Mazzeh (militer)”.
Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, mendesak Damaskus untuk “meninggalkan Druze di Sweida”, dan mengancam akan melancarkan “pukulan keras” hingga pasukan pemerintah mundur.
Kementerian Luar Negeri Suriah mengecam serangan tersebut sebagai “eskalasi berbahaya”, sementara panglima militer Israel menegaskan pasukannya “bertindak dengan penuh tanggung jawab, pengendalian diri, dan pertimbangan yang matang”.
Kementerian Kesehatan Suriah mengatakan bahwa setidaknya tiga orang tewas dan 34 orang terluka dalam serangan di Damaskus.
PENGHENTIAN OPERASI SWEIDA
Mengumumkan gencatan senjata baru pada Rabu, Kementerian Dalam Negeri Suriah mengatakan akan ada “penghentian total dan segera untuk semua operasi militer”, serta pembentukan komite yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan para pemimpin spiritual Druze untuk mengawasi pelaksanaannya.
Namun, masih terdengar suara tembakan di kota Sweida bahkan setelah pengumuman tersebut.
Dalam sebuah video yang disiarkan oleh televisi pemerintah, Sheikh Youssef Jarboua, salah satu pemimpin spiritual Druze utama Suriah, membacakan 10 poin kesepakatan, yang juga mencakup “integrasi penuh provinsi” Sweida ke dalam negara Suriah.
Hingga saat ini, wilayah Druze telah dikuasai oleh para pejuang dari komunitas minoritas tersebut.
Pertempuran terakhir ini merupakan wabah kekerasan paling serius di Suriah sejak pasukan pemerintah memerangi pejuang Druze di provinsi Sweida dan dekat Damaskus pada April dan Mei, yang menyebabkan lebih dari 100 orang tewas.
Bentrokan antara suku Badui dan Druze, yang awalnya memicu pengerahan pasukan pemerintah, dipicu oleh penculikan seorang pedagang sayur Druze, menurut Observatorium. Kedua kelompok tersebut telah berselisih selama beberapa dekade.
Otoritas Islamis telah menjalin hubungan yang tegang dengan beragam kelompok minoritas agama dan etnis di Suriah, dan telah berulang kali dituduh tidak melakukan upaya yang memadai untuk melindungi mereka.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio telah menyatakan keprihatinannya pada Rabu tentang pengeboman Israel, dan menambahkan “kami ingin ini dihentikan”.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan Washington juga meminta Suriah untuk “menarik pasukan militer mereka agar semua pihak dapat meredakan ketegangan”.
Rubio kemudian mengumumkan di X bahwa semua pihak telah “menyepakati langkah-langkah spesifik yang akan mengakhiri situasi yang meresahkan dan mengerikan ini”.
“Ini akan mengharuskan semua pihak untuk memenuhi komitmen yang telah mereka buat dan inilah yang sepenuhnya kami harapkan dari mereka,” tulisnya, tanpa merinci lebih lanjut tentang sifat perjanjian tersebut.
Pilihan Editor: Israel Bombardir Suriah, Istana Presiden hingga Markas Militer Jadi Target