Ragamharian.com – Bencana tanah bergerak yang melanda Desa Pasir Munjul, Kecamatan Sukatani, Purwakarta, Jawa Barat, sejak April 2025 telah menimbulkan kerusakan parah pada permukiman warga. Lebih dari 58 rumah mengalami kerusakan berat, tiga rumah rusak sedang, dan delapan rumah rusak ringan. Akibatnya, sekitar 200 warga terpaksa dievakuasi ke lokasi yang lebih aman. Dokumentasi BPBD memperlihatkan rumah-rumah yang miring, retak parah, bahkan roboh, serta jalan yang ambles. Kepala Pelaksana BPBD Purwakarta, Heryadi Erlan, menyatakan bahwa wilayah tersebut memang memiliki riwayat rawan gerakan tanah, dan penyebab pasti kejadian ini masih diselidiki oleh tim dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Hasil kajian PVMBG akan menentukan lokasi relokasi yang tepat bagi warga terdampak.
Tanah bergerak merupakan fenomena geologis di mana massa tanah bergeser dari posisi asalnya, umumnya di daerah lereng atau wilayah yang curam. Prosesnya bisa berlangsung lambat, seperti rayapan tanah (creep), atau terjadi secara tiba-tiba, seperti longsor dan aliran lumpur. Curah hujan tinggi, kondisi batuan yang lemah, dan aktivitas manusia seperti pembukaan lahan dan pembangunan infrastruktur di area rawan, menjadi faktor penyebab utama. Adrin Tohari, Kepala Pusat Riset Bencana Geologi BRIN, bahkan menambahkan bahwa aktivitas pertanian pun bisa mengubah bentuk dan kestabilan tanah. Beliau menekankan pentingnya memanfaatkan peta kerentanan gerakan tanah yang telah disediakan oleh BNPB dan BPBD untuk mitigasi dini. Mengingat wilayah yang masuk zona rawan perlu diberi tanda bahaya dan tindakan pencegahan.
Meskipun bersifat lokal, tanah bergerak dapat menimbulkan kerusakan yang sangat signifikan, terutama di daerah padat penduduk. Gravitasi, air rembesan, dan campur tangan manusia berperan besar dalam memicu kejadian ini, sebagaimana dijelaskan dalam berbagai penelitian geologi. Perlu dibedakan dengan pergeseran tektonik, yang merupakan proses skala jauh lebih besar dan fundamental dalam dinamika bumi.
Berbeda dengan tanah bergerak yang bersifat lokal, pergeseran tektonik merupakan proses global yang membentuk wajah bumi. Teori tektonik lempeng menjelaskan bahwa lapisan terluar bumi (litosfer) terbagi menjadi sekitar 15 hingga 20 lempeng besar yang bergerak di atas lapisan cair mantel bumi (asthenosphere). Pergerakan ini, yang disebabkan oleh panas dari dalam bumi yang menciptakan arus konveksi, menghasilkan fenomena alam besar seperti gempa bumi, gunung berapi, dan pembentukan pegunungan. Sebagai contoh, Pegunungan Himalaya terbentuk dari tabrakan lempeng India dan Eurasia, seperti yang dijelaskan oleh National Geographic. Lempeng-lempeng ini bergerak dengan kecepatan bervariasi, antara dua hingga 15 sentimeter per tahun – kecepatan yang setara dengan pertumbuhan kuku manusia. Meskipun pergerakannya tak terlihat secara kasat mata, dampaknya sangat besar. Pelepasan energi secara tiba-tiba di batas lempeng mengakibatkan gempa bumi atau letusan gunung berapi, seperti yang sering terjadi di Cincin Api Pasifik.
Kesimpulannya, tanah bergerak dan pergeseran tektonik merupakan bagian dari dinamika bumi, namun berbeda secara skala, penyebab, dan dampak. Tanah bergerak lebih mudah diprediksi dan dimitigasi karena faktor penyebabnya cenderung lokal, termasuk akibat aktivitas manusia. Sebaliknya, pergeseran tektonik merupakan proses global yang melibatkan jutaan tahun pembentukan bumi.
Anwar Siswadi turut berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Pilihan editor: Tanah Bergerak Terjadi di Purwakarta: Simak 4 Penyebab dan Risikonya