IHSG Terkoreksi Tajam, The Fed dan Aksi Profit Taking Jadi Pemicu Utama di Akhir Juli 2025
JAKARTA – Ragamharian.com. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menunjukkan performa negatif pada perdagangan Kamis, 31 Juli 2025. Pasar saham domestik merosot signifikan, melanjutkan tren koreksi yang membuat para pelaku pasar bersikap hati-hati.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui RTI, IHSG melemah 65,55 poin atau sekitar 0,87%, menutup perdagangan di level 7.484,33. Penurunan ini memicu berbagai spekulasi dan analisis mengenai arah pergerakan pasar ke depan.
Chory Agung Ramdhani, Customer Engagement & Market Analyst Department Head BRI Danareksa Sekuritas, mengungkapkan bahwa keputusan The Fed untuk mempertahankan suku bunga di level 4,25%–4,5% menjadi salah satu faktor utama. Sikap hati-hati The Fed dalam merespons inflasi yang belum mencapai target, ditambah ketidakpastian dampak perang dagang, menciptakan sentimen negatif. Terlebih, pernyataan Jerome Powell yang belum yakin mengenai pemangkasan suku bunga pada September menambah ketidakpastian arah kebijakan moneter global.
Akibatnya, IHSG cenderung bergerak netral hingga negatif terbatas. Aliran dana asing berpotensi tertahan, mendorong pelaku pasar untuk lebih memilih strategi *wait and see*. Secara teknikal, Chory menilai IHSG menunjukkan sinyal *overbought* setelah menembus Upper Bollinger Band, kini mulai mengalami tekanan jual. Koreksi wajar diperkirakan masih berlanjut dalam jangka pendek, dengan target penurunan ke area *support* 7.470, sesuai batas bawah *candle* koreksi terakhir.
Di sisi lain, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas (IPOT), Indri Liftiany, menyebut koreksi di pasar saham Indonesia ini utamanya disebabkan oleh aksi *profit taking*. Pelaku pasar cenderung merealisasikan keuntungan setelah harga saham mengalami *rally* dalam beberapa waktu terakhir. Ditambah lagi, terjadi eksodus investor dari saham-saham big banks seperti BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI, menyusul informasi kinerja perusahaan yang berada di bawah ekspektasi pasar.
Indri memperkirakan koreksi di pasar saham berpotensi terus berlanjut. Hal ini terlihat dari minimnya sentimen kuat yang dapat mendorong IHSG bergerak menguat. Dari perspektif teknikal, laju IHSG yang kuat tanpa koreksi berarti (tidak membentuk *Lower High*) menjadikan pergerakan indeks tidak solid dan rawan terkoreksi dalam jika terus berlanjut, karena kurang mendapatkan *demand* atau *support* yang menopang.
Menyikapi sentimen yang akan mempengaruhi IHSG di bulan Agustus 2025, kedua analis memiliki pandangan serupa. Chory menyoroti rilis data ekonomi Indonesia seperti inflasi dan Produk Domestik Bruto (PDB) kuartal II, musim laporan keuangan emiten semester I-2025, serta agenda rebalancing indeks MSCI. Ia juga menambahkan dampak pemberlakuan tarif dagang Amerika Serikat sebagai sentimen penting. Indri menambahkan bahwa para pelaku pasar juga akan bereaksi terhadap hasil kinerja emiten-emiten di kuartal II atau semester pertama 2025, serta implementasi tarif impor yang telah ditetapkan oleh Presiden AS, Donald Trump, yang berpotensi memengaruhi laju ekonomi Indonesia dan negara-negara terdampak.
Melihat kondisi pasar yang penuh ketidakpastian, Indri merekomendasikan para pelaku pasar untuk tetap *wait and see* hingga kondisi pasar cukup stabil dan memiliki momentum yang lebih menarik. Sementara itu, Chory memberikan beberapa rekomendasi saham. Ia menyarankan DEWA dengan target harga Rp300, didukung prospek pertumbuhan laba dari strategi *insourcing* dan efisiensi operasional. TLKM juga menjadi pilihan dengan target Rp3.500, seiring transformasi bisnis dan inisiatif *unlocking value* di sektor digital. Adapun ARTO direkomendasikan *buy* dengan target Rp3.300, berkat efisiensi pencadangan dan pertumbuhan bisnis inti, meskipun tekanan margin masih berlanjut di kuartal II-2025.