Presiden Trump Pangkas Tarif Impor Produk Indonesia Jadi 19 Persen
Pada Juli 2025, dunia menyaksikan penurunan signifikan tarif impor Amerika Serikat (AS) terhadap produk-produk Indonesia. Setelah serangkaian negosiasi alot, Presiden Donald Trump mengumumkan pemangkasan tarif dari 32% menjadi 19%. Kesepakatan ini tercapai setelah perundingan langsung dengan Presiden Prabowo Subianto. Namun, perjalanan menuju kesepakatan ini penuh liku, diawali dengan pengenaan tarif tinggi yang diumumkan Trump beberapa bulan sebelumnya.
Awalnya, pada April 2025, Trump secara resmi mengumumkan tarif impor resiprokal 32% terhadap sejumlah negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia. Keputusan ini diumumkan melalui Perintah Eksekutif di laman Gedung Putih, dengan alasan mengatasi defisit perdagangan AS. Trump menuding kurangnya timbal balik dalam hubungan bilateral, perbedaan tarif dan hambatan non-tarif, serta kebijakan ekonomi mitra dagang yang menekan upah dan konsumsi dalam negeri sebagai penyebabnya. Salah satu poin yang disorot Trump adalah tarif impor etanol Indonesia yang jauh lebih tinggi (30%) dibandingkan tarif yang dikenakan AS (2,5%).
Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Wamenkeu Thomas Djiwandono, dan Wakil Ketua DEN Mari Elka Pangestu, langsung merespon dengan upaya negosiasi intensif. Mereka aktif melakukan perundingan dengan pejabat-pejabat AS, termasuk Kementerian Perdagangan AS dan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). Indonesia menawarkan berbagai opsi, mulai dari peningkatan impor komoditas tertentu, kerja sama di sektor pertambangan, hingga penyederhanaan prosedur impor dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Perbaikan regulasi TKDN dan deregulasi perdagangan juga menjadi bagian dari tawaran Indonesia.
Tensi meningkat pada Juli 2025 ketika Trump mengancam akan menambah tarif impor 10% bagi negara-negara yang mendukung Konferensi Tingkat Tinggi BRICS (Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan), termasuk Indonesia. Trump menyebut negara-negara BRICS sebagai anti-Amerika. Namun, Wakil Menteri Luar Negeri Arrmanatha Nasir menegaskan bahwa KTT BRICS tidak bertujuan melawan AS, melainkan untuk menyatukan negara berkembang dalam menghadapi tantangan global.
Terlepas dari pernyataan tersebut, pada 7 Juli 2025, Trump tetap menetapkan tarif impor 32% terhadap produk Indonesia. Namun, ia membuka peluang penurunan bahkan pembatalan tarif jika Indonesia memenuhi sejumlah permintaan, seperti pembangunan fasilitas manufaktur di AS dan penghapusan hambatan perdagangan, termasuk tarif dan hambatan non-tarif untuk produk-produk AS.
Menanggapi hal tersebut, Presiden Prabowo dikabarkan berencana bertemu langsung dengan Trump. Meskipun detail pertemuan belum diungkapkan, perwakilan Indonesia terus melakukan negosiasi di AS untuk menurunkan tarif impor.
Puncaknya, pada 15 Juli 2025, Trump mengumumkan kesepakatan penting dengan Indonesia. Tarif impor diturunkan menjadi 19%. Kesepakatan ini dicapai setelah perundingan langsung dengan Presiden Prabowo. Sebagai imbalannya, Indonesia berkomitmen membeli 50 armada pesawat Boeing, mengimpor komoditas energi dari AS senilai US$ 15 miliar (sekitar Rp 240 triliun), dan membeli produk pertanian AS senilai US$ 4,5 miliar (sekitar Rp 72 triliun). Trump menyebut kesepakatan ini akan memberikan akses penuh bagi produk pertanian AS ke pasar Indonesia yang memiliki lebih dari 280 juta penduduk, bebas dari hambatan tarif dan non-tarif.
Penulis: Eka Yudha Saputra, Sita Planasari, Hendrik Yaputra, dan Adinda Jasmine
Pilihan Editor: Mengapa BRICS Menghambat Lobi Indonesia Negosiasi Tarif Trump?