Dari Las Vegas-nya Prambanan hingga Desa Maju: Kisah Sukses Transformasi Tebing Breksi
Tebing Breksi, destinasi wisata populer di Sleman, Yogyakarta, menyimpan kisah inspiratif di balik keindahannya. Dahulu, kawasan ini dikenal sebagai “Las Vegas-nya Prambanan,” tempat perjudian marak, terutama saat bulan Ramadan. Aktivitas penambangan batuan breksi menjadi mata pencaharian utama warga Desa Sambirejo, menghasilkan pendapatan minimal Rp5 juta per bulan per penambang. Namun, penghentian aktivitas penambangan dan rencana alih fungsi lahan menjadi kawasan wisata disambut amarah Kholik Widianto, seorang penambang yang saat itu menjadi sosok provokator, menentang keras kebijakan pemerintah. Ia bahkan melakukan aksi demonstrasi kecil dengan raungan motor dan lemparan benda untuk menghentikan rencana tersebut.
Ironisnya, Kholik, sang provokator masa lalu, kini menjadi Ketua Pengelola Wisata Tebing Breksi. Transformasi ini terjadi selama lebih dari 10 tahun, sejak sekitar 2014-2015. Perubahan ini tak hanya mengubah hidupnya, tetapi juga nasib Desa Sambirejo yang dulunya dikenal sebagai desa termiskin di Sleman. Kurangnya lahan pertanian produktif, mayoritas tanah tandus dan berbatu, serta terbatasnya akses air, membuat pendapatan asli desa nyaris tak mencapai Rp10 juta.
Berkat pengembangan Tebing Breksi, pendapatan desa meningkat drastis. Pada tahun 2016, kontribusi wisata mencapai Rp30 juta, melonjak menjadi Rp200 juta di tahun 2017, Rp800 juta di tahun 2018, dan mencapai puncaknya di angka Rp1,3 miliar pada tahun 2019 sebelum pandemi. Sukses ini tak lepas dari peran Lintas Komunitas Peduli Pariwisata DIY, yang berperan penting dalam meyakinkan warga akan potensi wisata sebagai sumber pendapatan yang lebih berkelanjutan dibanding penambangan.
Lintas Komunitas melibatkan lebih dari 20 komunitas, mulai dari komunitas trabas, NMAX, Pajero, hingga komunitas gerobak sapi, untuk menciptakan berbagai aktivitas di Tebing Breksi, meningkatkan eksposur kawasan ini melalui berbagai kegiatan dan media sosial—yang saat itu belum semaju sekarang. Mereka berhasil membangun kepercayaan masyarakat, menunjukkan bahwa pariwisata dapat memberikan kesejahteraan jangka panjang.
Aria Nugrahadi, mantan Kepala Bidang Pengembangan Destinasi di Dinas Pariwisata DIY, menekankan strategi pembangunan Tebing Breksi yang unik: membangun “jiwanya dulu, baru badannya”. Prioritas diberikan pada pengembangan kompetensi dan integritas masyarakat, sebelum fokus pada pembangunan infrastruktur. Upaya ini melibatkan banyak diskusi panjang, bahkan hingga larut malam, dengan warga setempat.
Kini, Tebing Breksi telah menjelma menjadi ikon wisata baru di Sleman, menyaingi popularitas Kaliurang dan Candi Prambanan. Kisah sukses ini merupakan bukti nyata bahwa transformasi yang dimulai dari penolakan dan keraguan dapat menghasilkan dampak positif yang luar biasa, mengubah Desa Sambirejo dari desa termiskin menjadi desa maju dalam waktu relatif singkat. Kholik Widianto pun, mantan provokator yang kini menjadi motivator pariwisata, mengaku masih terheran-heran dengan transformasi menakjubkan yang terjadi di desanya.
*Liputan ini didukung oleh Yamaha NMAX, game changer skuter matic di Indonesia.*
*Terima kasih untuk Bapak Arif Effendi, pemilik Hotel Royal dan Neo Malioboro yang telah menceritakan pertama kali kisah ini dan memberikan kontak para narasumber.*