Sebuah ledakan dahsyat mengguncang kabin pesawat sewaan, mengubah perjalanan seorang pebisnis yang asyik dengan buku biologinya menjadi arena hidup mati. Bom yang menargetkan kursi belakang itu merenggut nyawa sekretarisnya dan membuat pesawat limbung tak terkendali. “Ini adalah kecelakaan pesawat keenam yang tercatat dialami Korda,” demikian narator mengawali kisah dalam The Phoenician Scheme, memperkenalkan karakter sentralnya: Korda (Benedicio el Toro), seorang pebisnis yang dicurigai licin dan licik, yang rupanya sudah berulang kali menjadi target percobaan pembunuhan.
Meskipun pesawat hancur berkeping-keping, Korda secara ajaib selamat, bahkan setelah sempat “mengunjungi” alam kematian. Diberi kesempatan hidup kedua, ia menyadari bahaya yang terus mengintai. Berpikir tak akan selamanya beruntung, ia segera memanggil puterinya, Liesl (Mia Threapleton), yang sedang menempuh pendidikan calon biarawati, untuk dijadikan ahli waris. Liesl adalah antitesis Korda: sosok alim dan saleh yang muak mendengar segala hal buruk tentang bisnis ayahnya. Ia tak punya minat pada kerajaan bisnis keluarga, namun datang karena rasa penasaran yang mendalam tentang pembunuh ibunya. Korda, dengan kelicikannya, berjanji akan mengungkap dugaan pelakunya jika Liesl bersedia menandatangani dokumen ahli waris.
Namun, intrik dan ancaman terhadap Korda tak pernah reda. Musuh-musuhnya, termasuk beberapa pemerintah negara, berusaha keras melumpuhkan bisnisnya. Korda, yang masih memiliki proyek ambisius bernama “Phoenicia,” berusaha meyakinkan para investornya untuk menyetujui skema investasinya. Ia pun mengajak Liesl serta Björn (Michael Cera), tutor biologi sekaligus sekretarisnya yang baru. Di tengah semua itu, ancaman pembunuhan terhadap Korda terus berdatangan, menghadirkan ketegangan yang dibalut komedi gelap nan memikat.
Di balik intrik bisnis dan ancaman, The Phoenician Scheme adalah karya terbaru dari sutradara ikonik Wes Anderson. Ia kembali berkolaborasi dengan Roman Coppola untuk mengagas cerita, sekaligus menjadi penulis skenario, produser, dan sutradara. Anderson juga setia dengan para aktor dan aktris langganannya, seperti Tom Hanks, Mathieu Amalric, Jeffrey Wright, Scarlett Johansson, Benedict Cumberbatch, Rupert Friend, Bill Murray, dan Willem Dafoe. Nama terakhir, bersama Bill Murray, secara khusus menonjol dalam film ini sebagai sosok-sosok yang mengadili roh di alam baka.
Bagi para penggemar film auteur Wes Anderson, gaya visualnya yang simetris, penggunaan palet warna khas, dan narasi yang terbagi dalam babak-babak tentu sudah sangat familiar. Ia dikenal piawai mengangkat tema keluarga disfungsional dan hubungan cinta yang tak biasa. Dalam The Phoenician Scheme, Anderson dengan brilian mempertahankan ciri khasnya tersebut. Hasilnya adalah visual yang memanjakan mata, membuat penonton betah menyaksikannya dari awal hingga akhir. Ada beberapa kali transisi antara dunia nyata dan alam kematian yang dialami Korda, di mana Anderson dengan cerdik menggunakan warna natural untuk dunia nyata dan nuansa hitam-putih untuk penggambaran pengadilan di alam baka, menciptakan pengalaman sinematik yang unik.
Dari segi cerita, dinamika keluarga Korda yang kompleks, dengan 10 anak dari tiga istri, sangat menggelitik dan penuh satir. Cara Korda meyakinkan para investor serta berbagai kejadian di luar rencananya tampil tak terduga dan penuh kejutan. Dialog antara Korda dan putrinya juga terasa tidak lazim, menghadirkan kontras yang kuat antara sosok ‘setan’ yang cerdik dan jahil dengan ‘malaikat’ yang alim dan tegas, sementara Björn menjadi penengah di antara keduanya. Para tokoh dalam film ini rata-rata komikal, termasuk Björn dan para investor, yang semakin memperkaya elemen komedi gelapnya. Penyelesaian ceritanya pun mengikuti gaya Wes Anderson pada umumnya, dengan *twist* dan kejutan yang berhasil mengocok perut.
Meskipun menyuguhkan skema bisnis yang terkesan rumit, film ini sebenarnya mudah dicerna. Alur ceritanya sekilas mengingatkan pada beberapa film Wes Anderson sebelumnya, seperti *The Royal Tenenbaums* dan *The French Dispatch*, hanya saja latar keluarga dan problematikanya yang berbeda. Para pemeran memberikan kontribusi signifikan dalam menghidupkan karakter-karakter unik ini, terutama Benedicio el Toro sebagai Korda, Michael Cera sebagai Björn, dan Benedict Cumberbatch sebagai Nubar. Gaya berpakaian Korda yang khas mungkin mengingatkan pada salah satu pemimpin di Libya, namun rupanya Wes Anderson terinspirasi dari sosok Calouste Gulbenkian, seorang pengusaha minyak asal Armenia, untuk karakter Korda dalam film ini.
Sebagai penggemar karya-karya Wes Anderson, saya tetap menikmati film ini sepenuhnya. Lelucon dan satir khas Anderson menghadirkan perasaan kompleks yang tak terlupakan selama menontonnya. The Phoenician Scheme adalah film auteur berbalut unsur *dark comedy* yang memikat. Gaya visual dan bercerita Wes Anderson masih kental dan tak jauh berbeda dengan film-film sebelumnya, namun diperkaya dengan bumbu transisi visual hitam putih yang memberikan pengalaman sinematik yang unik dan mendalam. Skor: 8/10.
