Tom Lembong Jelang Divonis: Singgung Jaksa Lalai hingga The Fog of War

Avatar photo

- Penulis Berita

Selasa, 15 Juli 2025 - 12:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Sidang kasus dugaan korupsi importasi gula yang menjerat Tom Lembong memasuki babak akhir. Pada Jumat (18/7), majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta akan membacakan vonis untuk sang mantan Menteri Perdagangan.

“Sidang agenda putusan dijadwalkan di hari Jumat tanggal 18 Juli 2025,” kata Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan Fatrika, dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (14/7) kemarin.

Sekilas Kasus Tom Lembong

Tom Lembong telah didakwa melakukan korupsi importasi gula. Perbuatan itu disebut turut merugikan keuangan negara hingga Rp 578,1 miliar.

Jaksa menuntut Tom dengan pidana 7 tahun penjara dan pidana denda sebesar Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa meyakini bahwa Tom Lembong terbukti bersalah dan terlibat dalam kasus dugaan korupsi importasi gula yang mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 578,1 miliar.

Usai dituntut 7 tahun penjara, Tom Lembong menilai bahwa isi dari surat tuntutan jaksa sama sekali mengabaikan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan selama ini.

Tom juga mengaku kecewa lantaran tak adanya pertimbangan jaksa terkait sikap kooperatif yang telah dia tunjukkan selama ini.

Menjelang sidang vonis, Tom berkesempatan membacakan duplik alias responsnya terhadap tanggapan jaksa atas nota pembelaannya. Dalam duplik itu, sejumlah hal disinggung.

Pengacara Sebut Jaksa Lalai

Dalam sidang duplik, pengacara Tom menilai Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah lalai karena terlambat menyerahkan laporan audit BPKP terkait kerugian keuangan negara kasus importasi gula.

Menurut penasihat hukum Tom Lembong, kliennya berhak mengetahui perbuatan yang dituduhkan kepadanya hingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.

“Terdakwa berhak untuk mengetahui perbuatan apa yang dituduhkan kepadanya sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara, apa dasar dan atau bagaimana metode perhitungan kerugian keuangan negara, serta berapa jumlah kerugian keuangan negara yang pasti dan nyata sebagaimana yang dituduhkan kepadanya,” kata penasihat hukum Tom Lembong, dalam persidangan, Senin (14/7).

Penasihat hukum Tom Lembong menyatakan, bahwa sejak dijerat tersangka hingga kini duduk di kursi pesakitan, kliennya hanya mengetahui adanya kerugian negara tanpa adanya kejelasan perbuatan yang dilakukannya hingga merugikan negara.

Laporan audit BPKP itu berhak diketahui dan mestinya diterima kliennya sejak pelimpahan berkas perkara. Hal itu wajib dilakukan oleh jaksa sebagaimana ketentuan di Pasal 72 KUHAP.

“Dengan mengetahui hak-haknya tersebut di atas, maka terdakwa berkesempatan sejak awal mempersiapkan pembelaan diri sebaik-baiknya terhadap hal-hal yang didakwakan JPU,” ucap penasihat hukum Tom.

“Oleh karenanya, penyerahan LHP BPKP lebih awal dan atau dilakukan pada saat pertama kali pemeriksaan alat bukti saksi-saksi dalam pemeriksaan persidangan perkara a quo adalah hal yang adil, patut dan wajar demi tujuan bersama, yaitu menemukan kebenaran materiil,” jelasnya.

Adapun laporan audit BPKP itu baru diserahkan jaksa setelah saksi fakta rampung diperiksa dalam persidangan. Hal itu membuat kubu Tom Lembong tak bisa menggali hasil audit BPKP tersebut.

Dengan begitu, penasihat hukum Tom menegaskan bahwa jaksa telah menunjukkan kelalaiannya dalam memenuhi prinsip keadilan bagi kliennya. Bahkan, lanjut dia, keterlambatan itu hanya dalih jaksa untuk menutupi kelemahan substansi perkara. “Hal ini memperkuat dugaan bahwa perkara a quo sejatinya merupakan perkara yang dipaksakan,” ucapnya.

Tetap Manusia

Dalam sidang beragendakan duplik, Tom juga membacakan duplik pribadinya. Judulnya: Tetap Manusia.

Dia menyatakan bahwa akan fokus pada landasan moral yang menjadi fondasi di bawah landasan hukum. Aspek itu, lanjutnya, berbeda dengan yang ditonjolkannya di dalam pleidoinya yang berjudul ‘Di Persimpangan’, yakni berfokus pada data, fakta, angka, dan realita.

“Moral dan etika adalah fondasi di bawah fondasi. Institusi hukum pun berdiri di atas fondasi moral dan etika, sebagaimana kita rasakan—atau tidak rasakan—melalui suara nurani, melalui suara panggilan Tuhan Allah,” tutur Tom, kemarin.

“Dalam perselisihan hukum dan yuridis, yang seyogyanya menjadi dominan adalah logika, akal sehat dan rasionalitas, berdasarkan data, fakta, dan angka,” imbuhnya.

Tom menerangkan bahwa dalam sebuah penilaian, misalnya putusan, norma moral dan etika menjadi aspek penting sebagai penyeimbang dari aspek rasional.

“Tapi, dalam sebuah penilaian, seperti dalam sebuah putusan, nilai-nilai dan norma-norma moral dan etika akan memainkan peran penting untuk menyeimbangkan rasionalitas otak dengan isi hati nurani kita dan panggilan jiwa dan agama kita,” ucap Tom.

The Fog of War

Dalam kesempatan yang sama, Tom Lembong menyebut kasusnya seperti sebuah perang. Tom menyebut bahwa perkara ini merupakan pertama kalinya menyaksikan langsung perdebatan yang terjadi di persidangan. Hal itulah yang diibaratkan Tom seperti perang.

“Perkara ini adalah pertama kalinya dalam hidup saya, saya menyaksikan langsung, bahkan langsung dari kursi seorang terdakwa, pertarungan dalam persidangan antara Penuntut, Penasihat Hukum, para saksi, para ahli, terdakwa, dan pihak-pihak lain yang menjadi bagian dari perkara,” kata Tom.

“Yang saya amati, pertarungan ini benar-benar seperti perang, dengan rudal dan roket tuduhan, bantahan, kesaksian, serta keterangan, pro dan kontra, yang diluncurkan ke dalam medan pertempuran,” jelasnya.

Tom pun menilai suasana saling berdebat yang dilihatnya itu selama persidangan dengan menggunakan istilah ‘kabut dan asap peperangan’.

“Benar-benar ‘all hands on deck‘—semua pihak mengerahkan semua sumber daya, demi kemenangan. Tepat banget istilah ‘kabut dan asap peperangan’, atau maaf dalam bahasa Inggris ‘The Fog of War‘,” ucap dia.

Tom memaklumi masing-masing pihak baik jaksa maupun penasihat hukum berjuang sekeras-kerasnya untuk memenangi pertarungan. Ia pun mengingatkan untuk tiap pihak mengambil jeda sejenak.

“Namun, kita sudah mencapai suatu titik, di mana hemat saya saatnya mengambil jeda sejenak. Supaya debu, abu, kabut dan asap dari peperangan dalam persidangan, dapat mengendap. Sehingga, udara kembali jernih dan suasana dapat kembali hening,” tutur Tom.

“Sehingga, Majelis Hakim dapat mempertimbangkan, dapat merenungkan perkara ini dengan pikiran, hati, dan jiwa yang juga tenang dan jernih,” imbuh dia.

Menurut Tom, pengambilan keputusan dalam suasana tenang dan jernih akan dapat menghasilkan putusan yang berprinsip pada keadilan.

“Karena kalau masih tetap suasana abu, debu, asap, kabut, dan berisik, maka akan sulit untuk dapat mewujudkan keadilan melalui proses nurani yang tenang dan dalam,” ujar Tom.

“Itulah kenapa sekali lagi, saya mengajak semua pihak untuk sekarang masuk ke dalam sebuah masa di mana kita hanya mengedepankan fakta, realita, dan logika objektif,” sambungnya.

Siap Hadapi Vonis

Tom siap menghadapi sidang vonis. Dia menekankan bahwa pihaknya sudah mencapai kemenangan.

“Terlepas apa putusannya, terlepas apa hasil di persidangan, bagi saya kita sudah mencapai sebuah kemenangan, yaitu tim saya luar biasa, ya memang luar biasa dan saya sangat terharu, sangat bersyukur, ya, itu yang bisa kita harapkan,” kata Tom kepada wartawan di PN Jakpus.

“Tadi saya juga menyampaikan, dalam tahanan pertama kalinya diajarkan sama tahanan yang beragama Islam, kata baru buat saya yaitu tawakal. Kita sudah berupaya semaksimal mungkin, sudah berjuang maksimal sehormat-hormatnya, dan selebihnya kita serahkan ke Yang Maha Kuasa,” jelas dia.

Tom memahami bahwa saat ini tengah berada dalam situasi yang penuh dengan ketidakpastian. Untuk itu, ia menyatakan kesiapannya atas segala kemungkinan dalam putusan nanti.

Berita Terkait

Rahasia Sukses Raih Beasiswa Unggulan 2025: Tema & Ketentuan Esai
Rahasia Quipu: Sistem Pencatatan Inca Tanpa Huruf Terungkap
Kastil Neuschwanstein Secara Resmi Dinobatkan Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO
Mengenal Bastille Day sebagai Awal Revolusi Prancis
Sumber Gentong: Air Kehidupan dan Jejak Sejarah yang Menjelma Menjadi Ekowisata
Superman Sosialis? Kisah Kontroversial Asal-Usul Sang Pahlawan!
5 Film Berlatar Non-Place, Tempat Tanpa Koneksi dan Kepastian
3 Anak Polisi Jadi Peraih Adhi Makayasa 2025

Berita Terkait

Selasa, 15 Juli 2025 - 14:45 WIB

Rahasia Sukses Raih Beasiswa Unggulan 2025: Tema & Ketentuan Esai

Selasa, 15 Juli 2025 - 14:24 WIB

Rahasia Quipu: Sistem Pencatatan Inca Tanpa Huruf Terungkap

Selasa, 15 Juli 2025 - 13:27 WIB

Kastil Neuschwanstein Secara Resmi Dinobatkan Sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO

Selasa, 15 Juli 2025 - 12:39 WIB

Tom Lembong Jelang Divonis: Singgung Jaksa Lalai hingga The Fog of War

Selasa, 15 Juli 2025 - 02:16 WIB

Mengenal Bastille Day sebagai Awal Revolusi Prancis

Berita Terbaru

Politics

Puan Maharani Geram! DPR Usut Tuntas Kasus Beras Oplosan

Selasa, 15 Jul 2025 - 19:25 WIB

Fashion And Style

Tunik Batik 2025: Model Terbaru, Gaya Klasik Modern Memukau!

Selasa, 15 Jul 2025 - 19:18 WIB

Sports

Indonesia vs Brunei U23: Jadwal, TV yang Menayangkan

Selasa, 15 Jul 2025 - 19:11 WIB

Sports

KO Brutal! Derrick Lewis Incar Gelar Juara Usai Menang Kilat

Selasa, 15 Jul 2025 - 19:04 WIB