Tragedi Anak Oleh-oleh PMI: Pernikahan Dini & Pelecehan Seksual

Avatar photo

- Penulis Berita

Selasa, 3 Juni 2025 - 16:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

## Anak Oleh-Oleh: Bayangan Kemiskinan dan Stigma di Lombok Timur

“Mama kamu nikah terus. Pantas anaknya enggak bener,” cibiran itu seringkali menusuk hati Siti Aminah (23 tahun). Lahir di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Aminah adalah salah satu dari ribuan “anak oleh-oleh” yang hidup di bawah bayang-bayang stigma. Ia anak dari seorang pekerja migran Indonesia (PMI) di Arab Saudi dan seorang ayah warga Pakistan. Seperti banyak lainnya, Aminah dan saudara-saudaranya tumbuh dengan sebutan yang menyakitkan: “anak oleh-oleh”—anak hasil hubungan para PMI dengan warga asing di negara tempat mereka bekerja, yang kemudian dibawa pulang ke Indonesia.

Peringatan: Artikel ini memuat konten tentang bunuh diri, kekerasan, dan pelecehan seksual yang mungkin dapat membuat Anda merasa tidak nyaman.

Lebih dari sekadar oleh-oleh, anak-anak ini membawa beban berat. Mereka kerap menghadapi kesulitan mendapatkan hak-hak dasar, mulai dari kewarganegaraan hingga akses pendidikan dan kesehatan. Perbedaan fisik dan ketidakjelasan status orang tua semakin memperparah stigma sosial yang mereka tanggung. Jeratan kemiskinan struktural semakin menghimpit, mendorong banyak anak oleh-oleh terjerumus dalam berbagai masalah, termasuk pernikahan anak dan pelecehan seksual.

Kisah Aminah dan keluarganya hanyalah sebagian kecil dari realita pahit yang dialami ribuan anak oleh-oleh di Lombok Timur. BBC News Indonesia melakukan penelusuran di Lombok Timur pada Maret lalu untuk mendengarkan suara mereka dan menyelidiki upaya pemerintah dalam mengatasi permasalahan ini.

Terkucil sejak kecil: Aminah, anak keempat dari enam bersaudara, tumbuh dalam keluarga yang kompleks. Ibunya, Suniah Sahmin, menikah siri dengan empat pria berbeda: dua warga asing dan dua pria Lombok. Kehidupan Suniah sebagai PMI di Arab Saudi sejak tahun 1990-an, didorong kemiskinan di Lombok, turut membentuk perjalanan hidup anak-anaknya. Suniah bolak-balik ke Arab Saudi, meninggalkan anak-anaknya di Lombok di bawah asuhan kerabat yang berbeda-beda. Ketiadaan kasih sayang orang tua dan perlakuan keras dari kerabat membuat masa kecil Aminah dan saudara-saudaranya penuh derita. “Walaupun di keluarga, tetap pahit. Kalau nggak ada uang [kiriman dari ibu], sedikit-sedikit dibentak, sedikit-sedikit dimarahin. Kadang dipukul,” kenang Fatma (25 tahun), kakak Aminah.

Lombok Timur, berdasarkan catatan Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BPMI) tahun 2024, merupakan kabupaten dengan angka pekerja migran terbesar kedua di Indonesia setelah Indramayu. Kemiskinan menjadi pendorong utama migrasi ini, dan menurut Koordinator Migrant Care NTB, Endang Susilowati, banyak PMI Indonesia mengalami perkawinan siri yang berujung perpisahan di negara perantauan, didorong kebutuhan psikologis dan biologis, serta kemudahan proses pernikahan siri.

Terjebak Pernikahan Anak: Tak tahan dengan perlakuan kerabat, Fatma putus sekolah di kelas 1 SMP dan menikah siri di usia 15 tahun. Keputusan ini, selain didorong keinginan memiliki teman dan penopang hidup, juga dipengaruhi desakan keluarga tempat mereka tinggal. “Nikah sajalah, biar selesai beban saya [kerabat] merawat,” kata Turmawazi, seorang aktivis yang menangani isu ini. Sayangnya, pernikahan dini, yang juga marak di kalangan anak oleh-oleh lainnya, sering berujung perpisahan. NTB memiliki angka pernikahan anak tertinggi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir (data BPS 2022), dan Indonesia sendiri menempati peringkat keempat dunia dengan jumlah pernikahan anak terbesar (data UNICEF 2023). Meskipun Undang-Undang Perkawinan menetapkan usia minimal menikah 19 tahun, dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) mengategorikan pernikahan anak sebagai kekerasan seksual, penegakan hukum masih belum maksimal.

Fatma, Aminah, dan Esti (18 tahun), adik Aminah, telah mengalami beberapa kali pernikahan siri dan memiliki anak di usia muda. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Lombok Timur, Ahmat, mengakui adanya upaya pemerintah mengurangi pernikahan anak, termasuk pemberian sanksi seperti pencabutan Kartu Keluarga, namun praktik ini masih terus terjadi.

‘Anak Kecil Gendong Anak Kecil’: Hamil di usia 16 tahun, Aminah melahirkan bayi prematur yang meninggal setelah dua bulan. Pernikahan pertamanya kandas karena kekerasan dalam rumah tangga. Banyak anak oleh-oleh mengalami hal serupa; mereka hamil dan melahirkan di usia muda tanpa persiapan fisik dan mental, sehingga berisiko mengalami komplikasi kesehatan dan kematian bayi. Penelitian Center for Global Development (CGD) menunjukkan hal ini memperkuat siklus kemiskinan karena anak-anak yang lahir rentan malnutrisi dan masalah kesehatan, sementara ibu muda terbatas pilihan karier akibat putus sekolah. “Anak-anak kecil gendong anak kecil, nggak tahu harus apa,” kata Zurhan Santi dari Rudat Institute.

Terjegal Kemiskinan Struktural: Setelah kehilangan bayinya, Aminah bekerja sebagai PMI di Arab Saudi secara ilegal. Ia mengalami eksploitasi dan perlakuan tidak manusiawi, hingga akhirnya pulang ke Indonesia tanpa hasil tabungan yang diharapkan karena uangnya telah digunakan saudara-saudaranya. Pengalaman ini memicu keinginan untuk bunuh diri. Kemiskinan struktural di NTB, dengan tingginya angka pekerja di sektor informal dan pengangguran, menyebabkan keluarga anak oleh-oleh rentan terhadap eksploitasi dan sulit keluar dari siklus kemiskinan. Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, mengakui kemiskinan sebagai akar permasalahan sosial di NTB, termasuk masalah anak oleh-oleh, meskipun NTB sudah keluar dari 10 besar provinsi dengan angka kemiskinan tertinggi sejak September 2024.

Rentan Pelecehan Seksual: Esti mengalami pelecehan seksual dari suami kakak perempuannya, namun menghadapi kesulitan melaporkan kejadian tersebut karena stigma yang menempel pada mereka. Lombok Timur mencatat jumlah kasus pelecehan seksual terhadap anak yang tinggi (847 laporan sepanjang 2021-2024). Stigma terhadap anak oleh-oleh membuat mereka lebih rentan menjadi korban dan takut melapor. Pernyataan Kepala DP3AKB Lombok Timur yang menyinggung tanggung jawab korban atas kejadian ini menunjukkan betapa sulitnya penanganan kekerasan seksual di Lombok Timur.

Kesulitan Melawan Stigma: Sejak tahun 2014, Turmawazi, seorang aktivis, menyaksikan bagaimana stigma terhadap anak oleh-oleh—disebut “anak unta” atau “anak sawit”—mempengaruhi kehidupan mereka. Stigma ini membuat anak-anak tersebut minder, sulit mendapat akses pendidikan dan kesehatan karena masalah identitas kependudukan. Bersama LSM, upaya pemberian identitas kependudukan telah dilakukan, namun stigma masih berurat akar dan memerlukan waktu dan biaya besar untuk dihilangkan. Pemerintah, meski mengakui masalah ini, lebih fokus pada pengentasan kemiskinan sebagai solusi utama.

Miskin dan Terisolasi: Kisah Rusehan, mantan PMI yang membawa anak-anaknya dari Lebanon, menggambarkan isolasi sosial yang dialami keluarga anak oleh-oleh. Mereka hidup dalam kemiskinan, tak mendapat bantuan, dan anak-anaknya enggan berinteraksi dengan lingkungan sekitar karena ejekan dan stigma.

‘Lingkaran Setan’: Kisah Fatma, Aminah, dan Esti menunjukkan bagaimana siklus kemiskinan dan stigma terus berulang. Namun, mereka berusaha memutusnya, walaupun tantangan masih sangat besar. Mereka berharap pemerintah memberikan solusi konkret bagi anak oleh-oleh agar terbebas dari lingkaran setan ini.

Berita Terkait

Harry Pantja Stroke: Kisah Cinta Sejati & Alasan Istri Setia Menikah
Peraturan Baru Maxime Bouttier Usai Menikah: Cemas Kelakuan Luna Maya?
Sule dan Nathalie Holscher Akur Lagi? Sering Komunikasi!
Chris Martin & Dakota Johnson Putus? Kisah Cinta Mereka Berakhir?
Suami Naksir Wanita Lain? 10 Ciri Ini Jangan Diabaikan!
Verrell Bramasta: Rahasia di Balik Kehidupan Pribadinya yang Tertutup
Keenan Nasution Bantah Cari Untung dari Polemik Nuansa Bening
Nikita Willy: Tunda Hamil Karena Ekonomi? Ini Kata Artis Cantik Itu

Berita Terkait

Jumat, 6 Juni 2025 - 00:50 WIB

Harry Pantja Stroke: Kisah Cinta Sejati & Alasan Istri Setia Menikah

Kamis, 5 Juni 2025 - 18:33 WIB

Peraturan Baru Maxime Bouttier Usai Menikah: Cemas Kelakuan Luna Maya?

Kamis, 5 Juni 2025 - 17:29 WIB

Sule dan Nathalie Holscher Akur Lagi? Sering Komunikasi!

Kamis, 5 Juni 2025 - 14:39 WIB

Chris Martin & Dakota Johnson Putus? Kisah Cinta Mereka Berakhir?

Kamis, 5 Juni 2025 - 08:59 WIB

Suami Naksir Wanita Lain? 10 Ciri Ini Jangan Diabaikan!

Berita Terbaru

Travel

Waktu Terbaik Penggemar K-Pop ke Korea Selatan

Jumat, 6 Jun 2025 - 02:14 WIB

Finance

YLKI Desak OJK: Kaji Ulang Co-Payment Asuransi Kesehatan!

Jumat, 6 Jun 2025 - 02:03 WIB

Uncategorized

Pajak Barang Bawaan Luar Negeri: Aturan Baru yang Wajib Diketahui!

Jumat, 6 Jun 2025 - 01:44 WIB