Pernyataan Menteri Fadli Zon yang menyebut pemerkosaan massal saat kerusuhan Mei 1998 sebagai rumor telah memicu kontroversi. Ia menantang adanya bukti tertulis dalam sejarah resmi Indonesia. Namun, kesaksian korban dan laporan investigasi masa lalu mengungkap fakta berbeda yang menyangkal klaim tersebut. Salah satu sumber penting adalah laporan investigatif *Tempo* tahun 2003, “Hidup yang Terenggut: Cerita Para Korban Pemerkosaan Mei 1998,” yang mendokumentasikan kisah-kisah mengerikan para korban.
Laporan *Tempo* menghadirkan kesaksian Nyonya Wati, seorang penjual kue yang membantu Lina, seorang siswi berusia 14 tahun yang menjadi korban pemerkosaan beramai-ramai saat pulang sekolah pada 14 Mei 1998. Trauma yang dialami Lina begitu mendalam hingga menyebabkan kehamilan, yang akhirnya digugurkan setelah konsultasi dengan dokter dan rohaniwan. Setelah menjalani terapi intensif dan pindah ke Taiwan, Lina akhirnya menikah dan pulih dari trauma tersebut.
Kisah lain datang dari Dini, berusia 29 tahun, yang diperkosa oleh tiga pria saat menunggu bus di kawasan Sudirman. Ia diculik dan dibawa ke daerah persawahan di Bekasi sebelum mengalami kekerasan seksual. Pengalaman mengerikan ini meninggalkan luka fisik dan mental yang mendalam baginya. Para pelaku bahkan sempat bercerita telah melakukan hal serupa kepada perempuan Tionghoa di Glodok dan Tangerang.
Kedua kisah ini hanyalah sebagian kecil dari banyak kasus pemerkosaan yang terjadi selama kerusuhan Mei 1998. Laporan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGFP) pada 18 Oktober 1998 mencatat setidaknya 92 kasus pemerkosaan dan penganiayaan seksual. Pernyataan Menteri Fadli Zon yang meragukan kebenaran peristiwa ini mengabaikan bukti-bukti kuat yang telah terdokumentasi dan menyakiti para korban yang hingga kini masih merasakan dampak traumatis dari kekerasan yang mereka alami. Kesaksian mereka dan laporan-laporan resmi menjadi bukti penting sejarah kelam Indonesia yang tak boleh dilupakan. Untuk membaca laporan lengkapnya, klik di sini.