Ragamharian.com – Jakarta – Presiden Donald Trump memberikan ultimatum kepada Iran, memberi waktu maksimal dua pekan untuk menghindari serangan udara Amerika Serikat. Tensi konflik Iran-Israel yang terus meningkat menjadi latar belakang ultimatum tersebut. “Saya memberi mereka tenggat waktu, dan saya akan katakan dua minggu adalah batasnya,” ujar Trump kepada wartawan, merespon pertanyaan mengenai kemungkinan serangan AS terhadap Iran sebelum tenggat waktu tersebut. Tujuannya, lanjut Trump, adalah untuk melihat apakah Iran akan berubah sikap.
Pernyataan Trump ini muncul beriringan dengan pertemuan para menteri luar negeri Liga Arab di Istanbul, yang membahas eskalasi konflik Iran-Israel. Pertemuan Organisasi Kerjasama Islam (OKI) akhir pekan lalu juga membahas krisis yang telah berlangsung sejak sepekan sebelumnya. Trump menolak upaya diplomasi dari Eropa untuk meredakan konflik, menyatakan akan sangat sulit untuk meminta Israel menghentikan serangannya. Ia mengklaim Iran enggan berunding dengan Eropa dan lebih memilih berdialog langsung dengan Amerika Serikat.
Israel mengklaim serangannya telah menunda program nuklir Iran setidaknya dua sampai tiga tahun. Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Saar, menyatakan, “Berdasarkan penilaian kami, kami telah menunda kemungkinan mereka memiliki bom nuklir setidaknya dua atau tiga tahun.” Namun, Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, menyatakan kesediaan Teheran untuk mempertimbangkan diplomasi kembali, dengan syarat agresi Israel dihentikan. Araghchi dijadwalkan berbicara dalam pertemuan OKI yang dihadiri sekitar 40 menteri luar negeri.
Sejak serangan Israel pada 13 Juni yang menargetkan situs nuklir dan militer, bahkan mengenai area pemukiman, Iran telah melakukan serangan balasan. Israel melaporkan setidaknya 25 orang tewas akibat serangan-serangan tersebut. Sebuah rumah sakit di Haifa melaporkan 19 orang terluka, satu di antaranya dalam kondisi serius, setelah serangan terbaru Iran. Sementara itu, Iran mengklaim serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 224 orang, termasuk komandan militer, ilmuwan nuklir, dan warga sipil. Lembaga non-pemerintah AS, Human Rights Activists News Agency, menyatakan angka korban tewas mencapai setidaknya 657 orang, termasuk 263 warga sipil, berdasarkan sumber dan laporan media yang mereka himpun.
Di tengah meningkatnya ketegangan, seorang pejabat Angkatan Laut AS menyatakan bahwa sebuah kapal induk akan dikerahkan lebih dekat ke Timur Tengah minggu depan, menjadikannya kapal induk ketiga di atau dekat wilayah tersebut. Presiden Turki, Recep Tayyip Erdogan, memperingatkan bahwa konfrontasi ini cepat mencapai titik yang tak dapat diubah, menyerukan agar “kegilaan ini harus segera diakhiri.” Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyebut situasi ini sebagai “momen berbahaya” dan menekankan pentingnya mencegah eskalasi regional konflik.
Pilihan Editor: Aktivis Pro-Palestina Mahmoud Khalil Dibebaskan Pengadilan AS