Ribuan Calon Jemaah Haji Furoda Gagal Berangkat: Kejelasan Visa dari Arab Saudi Dinantikan
Kekecewaan mendalam menyelimuti ribuan calon jemaah haji Indonesia yang memilih jalur furoda (non-kuota). Hingga batas akhir penerbitan visa, Kerajaan Arab Saudi belum juga menerbitkan visa furoda, membuat mereka gagal berangkat ke Tanah Suci tahun ini. Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Hilman Latief, menyatakan bahwa 41 visa masih dalam proses dan dipastikan tidak dapat diselesaikan, sehingga total jemaah furoda yang gagal berangkat mencapai lebih dari seribu orang. Situasi ini menimbulkan keresahan dan kekhawatiran di kalangan calon jemaah yang telah mengeluarkan biaya besar.
Dari total kuota haji reguler sebanyak 203.320 jemaah, hanya 203.279 visa yang berhasil diterbitkan. Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menjelaskan bahwa keterlambatan ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di beberapa negara lain. Pemerintah Indonesia, tegasnya, terus berupaya berkomunikasi dengan pihak Arab Saudi untuk mendapatkan kejelasan.
Memahami Haji Furoda: Risiko dan Biaya Tinggi
Haji furoda, atau visa mujamalah, merupakan program haji undangan langsung dari Pemerintah Arab Saudi. Program ini berjalan melalui kerja sama *business to business* (B2B) antara Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) di Indonesia dengan perusahaan penyedia layanan haji (syarikah) di Arab Saudi. Meskipun demikian, UU No. 8 Tahun 2019 mewajibkan WNI pemegang visa mujamalah untuk berangkat melalui PIHK berizin dan melaporkan kegiatannya ke Kementerian Agama. Pelanggaran akan dikenai sanksi administratif.
Biaya haji furoda terbilang sangat tinggi, berkisar antara Rp373,9 juta hingga Rp975,3 juta, jauh lebih mahal daripada haji khusus (ONH Plus) yang berkisar antara Rp159,7 juta hingga Rp958,4 juta. Perbedaan harga ini signifikan, mengingat pemerintah hanya bertanggung jawab atas kuota resmi (92% haji reguler dan 8% haji khusus) sesuai Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Visa furoda berada di luar kuota tersebut. Kegagalan keberangkatan ribuan jemaah furoda, meskipun telah membayar biaya fantastis, menimbulkan pertanyaan besar tentang perlindungan hukum bagi mereka.
Dorongan Revisi UU Haji dan Evaluasi Skema B2B
Ketidakjelasan dari pihak Arab Saudi terkait visa furoda mendapat sorotan tajam dari DPR. Anggota Tim Pengawas Haji DPR, Marwan Dasopang, mengusulkan agar haji furoda diintegrasikan dalam revisi Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU) untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan jemaah. Hal senada disampaikan Ketua Komisi VIII DPR, Abdul Fikri Faqih, yang menekankan pentingnya jaminan hukum bagi warga negara, terlepas dari jalur keberangkatan hajinya.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Singgih Januratmoko, menambahkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap skema B2B antara PIHK dan syarikah di Arab Saudi. Menurutnya, skema ini belum memberikan jaminan perlindungan yang memadai bagi jemaah. DPR berkomitmen untuk memastikan perlindungan hukum dan layanan layak bagi seluruh warga negara yang menunaikan ibadah haji, termasuk melalui jalur non-kuota.
*Penulis: Yudono Yanuar, Sapto Yunus, dan Achmad Ghiffary Mannan*
*Pilihan editor: Amphuri Sarankan Jemaah Haji Furoda Gagal Berangkat Dialihkan ke Haji Khusus*