Vonis Tom Lembong: Alarm Bahaya Sistemik bagi Pejabat Negara dan Kepastian Hukum
Jakarta – Mantan Menteri Perdagangan, Tom Lembong, telah dijatuhi vonis pidana empat tahun enam bulan penjara dan denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. Vonis ini, menurut kuasa hukumnya, Ari Yusuf Amir, bukan sekadar keputusan individual, melainkan ancaman sistemik yang dapat melumpuhkan pengambilan kebijakan di Indonesia.
Dalam konferensi pers usai sidang vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Jumat, 18 Juli 2025, Ari Yusuf Amir menyoroti dampak jangka panjang putusan tersebut. Ia menyatakan bahwa vonis ini berpotensi membahayakan semua pejabat negara dan menteri di masa mendatang. “Ketika lima hingga sepuluh tahun mendatang mereka mengambil kebijakan saat ini, maka mereka siap-siap akan terkena perkara korupsi. Itu bahaya sekali,” ujarnya.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Tom Lembong bersalah karena mengeluarkan izin impor gula saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada periode 2015-2016. Meskipun tidak terbukti menerima keuntungan pribadi dari kebijakannya tersebut, hakim menilai kebijakan itu menguntungkan pihak perusahaan yang mendapat kuota impor gula dan menyebabkan kerugian negara. Tom Lembong pun terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Ari Yusuf Amir menegaskan bahwa putusan ini dapat menciptakan iklim ketakutan di kalangan pejabat publik, yang pada akhirnya menghambat proses pengambilan keputusan vital. “Akibatnya apa? Para pejabat, para menteri tidak akan berani mengambil kebijakan, tidak akan berani mengambil keputusan. Lalu negara tidak bisa berjalan,” kritiknya. Ia juga menyoroti ketiadaan kepastian hukum yang ditimbulkan, baik bagi pejabat maupun pihak swasta.
Lebih jauh, Ari mempertanyakan logika hukum di balik vonis tersebut, khususnya mengenai kaitan keuntungan pihak swasta dengan kerugian negara. “Sekarang persoalannya kalau seorang swasta mendapatkan keuntungan, apakah itu yang menyebabkan kerugian negara? Itu sah-sah saja. Mana ada swasta berusaha untuk tidak mendapatkan keuntungan tentunya,” tambahnya. Menurutnya, putusan ini tidak hanya janggal secara hukum, tetapi juga mencerminkan pola pikir yang membahayakan. Ia secara khusus menyoroti hakim anggota Alfis Setyawan yang disebut sebagai penyusun putusan, mengkhawatirkan cara berpikir yang terpancar dari setiap pertanyaannya selama persidangan.
Menyikapi vonis ini, tim kuasa hukum Tom Lembong menyatakan masih “pikir-pikir” namun menegaskan peluang besar untuk menempuh upaya banding. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini sendiri diketahui lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung yang menuntut Tom Lembong dipenjara selama tujuh tahun plus denda Rp750 juta subsider enam bulan kurungan.
Amelia Rahimasari turut berkontribusi dalam pelaporan ini.