Pasar Saham Global Tertekan di Awal Juni: Ketegangan Dagang AS-China hingga Data Ekonomi Pukul Sentimen Investor
Indeks-indeks saham Wall Street mengawali bulan Juni dengan pelemahan signifikan, mencerminkan tren koreksi di bursa global yang dipicu oleh eskalasi ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Sentimen pasar semakin terbebani oleh ketidakpastian menjelang rilis data tenaga kerja AS, serta kemungkinan pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral Eropa (ECB) yang turut menekan optimisme investor.
Pada perdagangan Senin (2/6), kinerja bursa AS menunjukkan tekanan yang nyata. Indeks Dow Jones Industrial Average anjlok 211,67 poin atau 0,50% menjadi 42.058,40. Senada, S&P 500 terkoreksi 15,20 poin atau 0,26% ke level 5.896,49, sementara Nasdaq Composite melemah tipis 12,94 poin atau 0,07% ke 19.100,83.
Kecemasan di pasar semakin memuncak menyusul tudingan Presiden AS Donald Trump yang menuding China melanggar kesepakatan pengurangan tarif atas mineral penting. Beijing segera membantah tudingan tersebut dan mengancam akan mengambil tindakan balasan yang setimpal. Oliver Pursche, Senior VP Wealthspire Advisors di New York, menyoroti situasi ini dengan menyatakan, “Ketidakpastian seperti ini membuat investor enggan mengambil risiko. Pasar bingung dengan arah kebijakan Presiden Trump yang kerap berubah-ubah.”
Diperparah oleh dinamika ketegangan dagang, serangkaian data ekonomi AS yang mengecewakan juga turut membebani sentimen. Sektor manufaktur AS mencatat kontraksi yang lebih dalam dari perkiraan pada bulan Mei, sementara belanja konstruksi justru turun di bulan April, jauh meleset dari ekspektasi pasar.
Dampak dari sentimen negatif ini tidak hanya terbatas di AS, melainkan merembet ke pasar global. Bursa saham Eropa dan Asia juga menunjukkan koreksi. Indeks STOXX 600 turun 0,22% dan FTSEurofirst 300 melemah 0,20%. Di Asia, indeks MSCI Asia Pasifik di luar Jepang ditutup turun 0,27%, dengan Nikkei Jepang anjlok 1,30% ke level 37.470,67.
Di pasar mata uang, nilai tukar Dolar AS terpantau melemah signifikan terhadap mata uang utama, merefleksikan kekhawatiran mendalam pasar terhadap dampak kebijakan dagang AS terhadap prospek pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Indeks dolar turun 0,7% ke 98,66. Sebaliknya, Euro menguat 0,84% menjadi US$1,1442, sementara yen Jepang menguat 0,97% terhadap dolar menjadi 142,64.
Pergerakan di pasar obligasi AS juga mencerminkan ketidakpastian ini. Imbal hasil (yield) obligasi AS tenor 10 tahun naik tipis 0,4 basis poin menjadi 4,42%, dan yield obligasi 30 tahun naik ke 4,9552%. Namun, yield obligasi 2 tahun justru turun menjadi 3,908%, mengindikasikan ekspektasi pasar akan potensi penurunan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), di masa mendatang.
Sementara itu, di pasar komoditas, harga minyak mentah melonjak setelah aliansi OPEC+ memutuskan untuk mempertahankan rencana peningkatan produksi untuk bulan Juli. Harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik 3,01% ke US$62,62 per barel, dan Brent menguat 2,98% ke US$64,64 per barel. Tak ketinggalan, harga emas turut melesat seiring meningkatnya permintaan aset lindung nilai di tengah ketidakpastian global. Harga emas spot naik 2,64% menjadi US$3.376,24 per ons troi, dan emas berjangka AS menguat 2,6% ke US$3.374,50 per ons. Di sektor logam industri, harga aluminium dan baja melonjak sebagai dampak langsung ancaman tarif baru dari Trump, sementara tembaga menguat 1,28% ke US$9.620 per ton di London Metal Exchange (LME).