Misteri kembalinya Limp Bizkit ke daftar putar lagu saya mungkin berawal dari pemutaran film *Mission: Impossible* bulan lalu. Tiba-tiba saja, saya disergap kerinduan akan lagu-lagu awal band nu metal ini, terutama salah satu *soundtrack* ikonik mereka.
Dari sekian banyak *soundtrack* *Mission: Impossible* yang membekas, “Take A Look Around” dari Limp Bizkit jelas menduduki posisi istimewa, bersanding dengan “Dreams” milik The Cranberries. Namun, ada perbedaan signifikan di antara keduanya: “Dreams” telah dirilis jauh sebelum film *Mission: Impossible* pertama dan bahkan tampil di film lain seperti *You’ve Got Mail*. Sementara itu, “Take A Look Around” diciptakan secara spesifik sebagai lagu tema *Mission: Impossible II*, dengan cerdik mengintegrasikan melodi ikonik dari serial *Mission Impossible* karya Lalo Schifrin. Meskipun liriknya sering dianggap kurang istimewa, tak dapat dimungkiri bahwa *riff* gitar lagu ini begitu *catchy* dan berkesan, diperkuat oleh vokal Fred Durst yang mampu menghadirkan kombinasi melodi dan kegarangan.
Bicara Limp Bizkit tak bisa dilepaskan dari memori masa kecil saya yang diwarnai gelombang *nu metal*. Ada masa ketika saya begitu menggemari mereka, hingga mengoleksi album fisik dan bahkan membeli majalah khusus yang membahas band-band pengusung *nu metal* seperti Limp Bizkit, Korn, dan Slipknot. Meskipun kini saya lebih condong mengikuti Slipknot, Limp Bizkit tetap memiliki tempat khusus dalam perjalanan musik saya.
Di samping “Take A Look Around” dan “Nookie”, “Break Stuff” menjadi lagu Limp Bizkit lain yang tak pernah absen dari daftar putar. Uniknya, melodi awal “Break Stuff” bahkan sempat mengalun sekilas sebelum intro “Take A Look Around” dimulai, menandakan betapa kuatnya resonansi lagu ini. Jujur saja, “Break Stuff” mungkin adalah favorit utama saya dari Limp Bizkit. Kejutan menyenangkan datang saat saya menyaksikan I Prevail, band pembuka konser Bring Me The Horizon, yang membawakan *cover* “Break Stuff”. Musiknya yang dinamis dan *riff* gitarnya yang energik memang selalu berhasil memikat, meskipun liriknya juga tergolong “nakal”. Terlepas dari beberapa kontroversi yang melingkupi Limp Bizkit di negara asalnya, apresiasi saya terhadap karya mereka tetap tinggi. Sayangnya, saya melewatkan kesempatan menonton konser mereka di Bali kala itu.
Berbicara tentang aransemen musik Limp Bizkit, apresiasi terbesar saya tertuju pada Wes Borland, sang gitaris jenius. Dialah otak di balik *riff-riff* ikonik yang begitu melekat di telinga. Sama seperti beberapa personel Slipknot, Borland juga dikenal dengan citra panggungnya yang eksentrik; ia sering tampil dengan topeng atau riasan wajah yang unik, menciptakan penampilan yang aneh sekaligus keren. Menariknya, di balik semua itu, ia tampak seperti pria kalem dan biasa saja.
Borland seringkali dianggap gitaris yang *underrated*, namanya mungkin tidak sepopuler gitaris dari band sekelas Slipknot, Korn, atau Metallica. Padahal, kemampuan bermain gitarnya sangat lincah, dengan kecerdasan dalam merangkai nada-nada yang mudah dicerna namun tetap inovatif. Tidak mengherankan jika ia bahkan diakui dengan masuk sebagai salah satu gitaris dalam *game* populer *League of Legends*. Setiap penampilannya, baik bersama Limp Bizkit maupun dalam proyek solonya, selalu menyajikan tontonan yang menarik – mulai dari transformasinya dalam berbusana hingga kepiawaian gitarnya yang genius. Untuk merasakan langsung kejeniusannya, saya sangat merekomendasikan untuk kembali mendengarkan *riff* gitar di lagu “Break Stuff” dari Limp Bizkit.
